Etika berasal dari hati nurani, meski tidak ada orang lain etika tetap berlaku. Etika umumnya bersifat mutlak dalam menilai baik buruk perilaku seseorang. Etika akan selalu berlaku meski tidak ada orang lain yang menyaksikan. Sementara etiket merupakan tata cara pergaulan yang baik antarsesama manusia. Ciri etiket ini bersifat relatif dan sangat berhubungan dengan sopan santun.
“Etika dan etiket tidak bisa dipisahkan dengan budaya. Karena masih menyangkut tentang kebiasaan dan adat istiadat atau cara yang dianut masyarakat,” tutur Ryzki Hawadi, CEO & Co-Founder Attention Indonesia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu (13/10/2021) siang.
Contoh etika ialah tidak mencuri, tidak melanggar janji, sabar, tidak membohongi diri sendiri, ketika meminjam sesuatu harus dikembalikan, melaksanakan kewajiban, menghargai waktu, dan berani mengakui kesalahan. Sedangkan beberapa contoh etiket, salim ke orang tua, mengikuti antrian, berkendara dengan teratur, membuang sampah pada tempatnya, hingga mengucap tolong, maaf, dan terima kasih.
Etika dan etiket yang digunakan di Indonesia dengan di budaya barat berbeda. Misalnya, dari cara makan masyarakat Indonesia cenderung lebih senang menggunakan tangan, sementara budaya barat menggunakan alat makan dengan lengkap. Masyarakat Indonesia pun lebih mementingkan bersama dibandingkan orang barat yang terkenal individualis.
“Antara etika, etiket, maupun budaya bisa saja ada yang baik, bisa juga ada yang buruk. Seperti kebanyakan masyarakat Indonesia malu untuk menyatakan pendapat. Ketika budaya barat ada yang baik dan bisa diterapkan sebaiknya diterapkan,” ungkapnya.
Ia menyampaikan, adanya Pancasila membuat etika dan etiket masyarakat Indonesia mendekati nilai-nilai agama. Hadirnya globalisasi di era digital membuat budaya, etika, etiket, bahasa, gaya, tren, dan budaya melebur menjadi satu. Peleburan ini dikhawatirkan membingungkan generasi muda mengenai identitas bangsa.
Oleh karena itu, kita perlu mengajarkan dan memberitahukan sesuatu yang benar, termasuk kebudayaan yang benar. Selain itu, sebagai pengguna kita harus mampu memfilter informasi dan melihatnya dari dua perspektif. Jangan sampai kita mengutarakan pendapat dengan tidak objektif.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu (13/10/2021) siang, juga menghadirkan pembicara, Stefany Anggriani (Makeup Beauty Influencer), Muh. Nurfajar Muharom (Relawan TIK Indonesia), Ria Ariyanie (Praktisi Humas & Komunikasi), dan Maichel Kainama sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.