Fenomena masyarakat digital berada dalam struktur model komunikasi yang kompleks. Secara mendasar setiap orang dipaksa untuk melek atau harus tahu media digital yang berbasis pada teknologi sebagai syarat untuk bisa menjadi konsumen distributor maupun produsen informasi.
Seakan dipaksa masuk ke dunia digital membuat banyak yang tidak paham dunia digital. Sehingga cenderung memaknai ruang digital sebagai kehidupan baru.
“Budaya kehidupan nyata sebagai warga negara Indonesia yang santun, ramah tidak ikut dibawa saat ke kehidupan digital sehingga di banyak terjadi cyber bullying, hoaks, isu SARA,” ungkap Catur Nugroho, Dosen Telkom University dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/7/2021).
Catur mengungkapkan, dulu jika seseorang tidak suka dengan kelompok lain cukup di dalam hati saja tidak diungkapkan. Berbeda dengan zaman sekarang, tidak dengan tingkah laku orang langsung diungkapkan bahkan ditulis dengan kata-kata tidak baik.
Dalam bernegara demokrasi sangat wajar bila ada kritikan terlebih yang dilakukan oleh mahasiswa. Catur pun mendukung, sudah seharusnya mahasiswa kritis. Namun, harus tetap berbahasa yang baik, sopan. Penyampaian kritik seperti itu juga yang harusnya dibawa ke dunia maya terlebih di media sosial.
Kebebasan berpendapat, berekspresi di itu bukan tanpa batas. Jangan sampai malah menjadi perundungan di dunia digital. Dimulai dari perbedaan pandangan, lalu mulai terkotak-kotak dan berakhir dengan perundungan. Padahal dampaknya sangat luar biasa, terparah korban sampai depresi hingga bunuh diri.
“Kalau dulu bullying hanya sebatas mengejek pemanggilan nama yang tidak sesuai atau menggunakan nama bapak kita. Walaupun malu tapi masih bisa dimaklumi. Tapi kalau sekarang bullying bentuknya sudah sampai ujaran kebencian, pengungkapan data pribadi di media sosial, beberapa juga malah merendahkan sampai melecehkan. Sungguh miris,” ujarnya.
Bentuk cyber bullying lainnya yaitu penggantian foto atau dibuat meme. Dulu menyangkut foto seseorang ada karikatur di media cetak namun tidak sampai menyinggung perasaan yang digambar justru lucu atau hanya menyentil sedikit. Sekarang, tidak jarang mereka yang terkenal seperti publik figur ada yang fotonya diganti dengan badan binatang oleh seorang haters.
Indonesia memiliki UU ITE yang sebenarnya mengatur transaksi elektronik namun ada beberapa pasal yang dapat digunakan untuk warga digital yang merugikan orang lain. Seperti Pasal 27 jika ada muatan melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik serta pemerasan atau pencemaran. Pasal 28 seputar berita bohong dan menyesatkan. Pasal 29 berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Kamis (1/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Dicky renaldi, (Kreator Nangkring Siberkreasi), Al Akbar Rahmadillah (Founder Sobat Cyber Indonesia), Sri Astuty (anggota Jaringan Penggiat Literasi Digital – Japelidi) dan Natasha Gracia (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.