Suara merupakan salah satu aset yang kita miliki sejak kecil. Dengan adanya dunia digital suara dapat dijadikan sebagai digital skill. Di era ini kita mengenali adanya podcast.
Pradipta Nugroho, Podcast Producer menyampaikan mendengarkan suara akan cenderung melatih fokus. Contohnya, ketika ingin menghafalkan sesuatu maka cara yang paling efektif adalah melafalkannya dengan lantang.
“Di era digital sekarang, dari berbagai riset terhadap konten audio, terbukti bahwa mendengarkan itu lebih cepat dalam menyampaikan pesan dan masuk ke audiens,” tutur Pradipta, dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (8/7/2021).
Konten audio di era digital masih memiliki peran karena dapat digunakan untuk multitasking. Bahkan, platform visual seperti Netflix memiliki fitur untuk menyajikan audio saja. Selain itu, platform media sosial pun ada yang merambah ke dunia audio, seperti Clubhouse.
“Di tahun 2020, hasil riset dan survei dari Spotify menyatakan bahwa valuasi pasar siniar global mencapai 9,28 miliar US Dollar, tetapi yang pasti ini angkanya besar sekali. Mari kita bersama-sama menggali potensi dari konten audio ini dengan budaya mendengarkan,” jelasnya.
Siniar atau podcast adalah konten audio yang diawali dari perkataan kemudian direkam lalu didistribusikan melalui internet. Format siniar atau podcast hanya ada dua, yaitu dialog dan monolog. Dialog dalam podcast melibatkan lebih dari satu orang. Sedangkan monolog, fokusnya hanya pada satu orang. Menurut survei, Indonesia memiliki potensi podcast tertinggi di seluruh dunia.
Paparan Pradipta menyatakan, sebelum era digital podcast jauh lebih susah untuk dinikmati. Podcast dulunya hanya ekskulsif untuk pengguna Apple. Proses pendistribusian podcast dahulu pun jauh lebih sulit. Semuanya berbanding terbaik dengan bagaimana saat ini podcast sangat mudah dibuat dan didistribusikan.
Lanjutnya, sebelum memulai membuat podcast, kita harus memahami minatnya apa. Karena kalau tidak menemukan minatnya, kita akan mudah tergeser dari dunia perkontenan podcast. Selain itu, jika ingin menjadi kreator podcast, kita harus memikirkan potensi dan kondisinya seperti apa. Jangan sampai kita membuat konten yang sama dengan orang lain.
Ia mengatakan, pertama, konten audio itu cenderung membuat penasaran pendengarnya. Kedua, ketika menyelipkan ke elemen religi atau bermain di area abu-abu itu lebih nyaman karena banyak hal yang mudah dieksplor. Ketiga, ketika membuat jokes untuk konten audio dapat menghibur pendengar. Kemudian, terbukti bahwa penyuka horor lebih menikmati cerita menggunakan audio dibandingkan visual. Karena pendengar dapat memvisualisasikan itu dipikirannya masing-masing.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (8/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara, Leviane Jackelin H. Lotulung (Kaprodi Ilmu Komunikasi Universitas Sam Ratulangi Manado, Anggota Japelidi), Muhammad Ayip Faturrohman (Relawan TIK Jawa Barat), Sri Astuty (Universitas Lambung Mangkurat), dan Nattaya Laksita Melati sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.