Bagaimana kita bisa membedakan apa yang berhak dilakukan dengan apa yang benar dilakukan? Terkadang apa yang berhak kita lakukan merupakan hal yang cenderung kita inginkan namun belum tentu disepakati orang lain. Tapi apa yang benar dilakukan itu cenderung sudah menjadi kesepakatan atau yang disebut dengan etika.
Hal tersebut yang dikatakan praktisi entrepreneur digital, Arya Shani Pradhana. Di dalam dunia digital apa yang benar dilakukan itu pasti disepakati semua warga digital. Etika yang benar di dunia digital ialah kita selalu memposting hal baik karena tulisan maupun postingan adalah perwakilan dari kita. Selain itu juga meyakini bahwa meskipun tidak terlihat wajahnya, badannya, walaupun hanya terlihat fotonya saja melalui profile picture di media sosial mereka.
“Tetap mereka adalah manusia yang sama dengan kita punya hati, pikiran, perasaan. Kita juga tidak tahu mereka seperti apa mood mereka. Harus memperlakukan mereka seperti teman-teman di dunia nyata kita saat kita nongkrong, mengobrol atau berdiskusi,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (21/7/2021).
Etika yang benar lainnya adalah mengontrol emosi jika ada komentar atau kita menemukan status yang tendensius, provokasi, hoaks. Apapun itu jika tidak sesuai dengan pendapat, dapat ditahan terlebih dahulu tidak langsung melawan mereka dengan emosi. Hal tersebut juga membentuk citra diri yang positif bagi diri kita sendiri.
Hal paling penting yang kita harus lakukan di dunia digital ialah menghargai privasi orang lain. Arya menyebut, akun media sosial itu sebagai kamar begitu juga dengan akun digital kita itu adalah kamar pribadi kita. Di dalam kamar itu ada anak, ada data-data pribadi yang merupakan masuk privasi mereka sehingga.
“Tidak sepantasnya kita memposting kamar milik orang lain tanpa izin. Kita membagikan foto anak mereka, tahu alamat rumah teman kita atau hak pribadi lainnya tanpa izin tentunya,” ungkapnya yang juga CEO founder Tekape Workspace.
Mencoba untuk berkomentar atau memberikan saran yang positif terhadap postingan atau karya orang lain, sebab mungkin saja bermanfaat atau menginspirasi. Sehingga perlunya saling menghargai di ranah digital.
Selain etika yang bagus ada juga sesuatu yang merupakan sebuah kebiasaan buruk yang dilakukan warga digital yang tentu saja merugikan orang lain seperti menyebarkan berita hoaks. Arya mengatakan, seperti yang kita tahu dalam dua minggu terakhir ini ada seorang dokter yang menyebarkan hoaks. Lebih baik kita hindari karena ternyata memang sudah terbukti merugikan hingga menghilangkan nyawa.
Kebiasaan buruk lainnya yang dilakukan masyarakat digital adalah melakukan ujaran kebencian, provokasi, hasutan atau hinaan. Hal itu sangat buruk jika dilakukan secara personal kepada orang karena kita tidak suka karyanya. Namun, malah berkomentar menghina secara personal, menyerang anaknya atau keluarganya itu sangat tidak baik
Selanjutnya pencemaran nama baik, jika mendapatkan informasi mengenai seseorang, Sebaiknya jangan dulu percaya atau menyebarkan karena ini menyangkut nama seseorang. Lebih baik kita mencari tahu atau paling tidak kita diam saja termasuk juga dengan penyebaran konten negatif. Jangan sampai kita menjadi orang penyebar konten negatif yang membawa nama baik orang atau malah sebuah informasi yang bohong.
Perilaku digital buruk yang sering dilakukan adalah cyberbullying. Maka, kini sangat penting dengan sesama warga digital, saling mengingatkan jangan sampai menjadi pelaku perundungan dan juga membantu jika ada kerabat yang menjadi korban bullying.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (21/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Dicky Renaldi (Creator Siberkreasi), Muhammad Sahid (Dosen Alauddin Makassar), Muhammad Agreindra (RTIK Indonesia), Aflahandita sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.