Cirebon seperti tak dilirik oleh warga Jakarta sebagai destinasi liburan. Padahal, Cirebon memiliki banyak obyek wisata yang menarik. Pun, jaraknya tidak terlalu jauh dari Jakarta, dan bebas macet. Karena itu, Anda dapat melakukan wisata satu hari di Cirebon yang sangat cocok di akhir pekan.
Jenuh dengan liburan akhir pekan yang tujuannya itu-itu saja? Ke kawasan Puncak dan Bogor, dijamin macet. Ke pusat perbelanjaan, juga ramai dan kurang edukatif. Jika ingin berlibur akhir pekan yang tidak terlalu jauh dari Jakarta, cobalah wisata satu hari di Cirebon. Di Cirebon Anda dapat berwisata sejarah, budaya, kuliner, dan yang tak ketinggalan adalah belanja batik khas pesisiran.
Melihat jarak Jakarta dan Cirebon yang hanya terpisahkan waktu perjalanan tiga jam menggunakan kereta maupun melalui jalan tol baru Cipali, saya pun tertarik untuk wisata satu hari di Cirebon. Perjalanan saya dimulai dari Stasiun Gambir tepat pukul 9 pagi menggunakan kereta Argo Jati. Tepat pada saat jam makan siang, saya sudah sampai di Cirebon. Karena itu, tujuan pertama saya adalah warung nasi jamblang Ibu Nur yang terkenal.
Sebenarnya, salah satu kuliner yang khas Cirebon adalah empal gentong, yang dapat Anda temukan dengan mudah di seantero Cirebon. Namun, warung nasi jamblang Ibu Nur juga tidak kalah terkenalnya. Ketika saya sampai di tempat ini pun, kendaraan yang parkir sangat ramai dan menyebabkan macet. Untuk menampung pengunjung yang sangat banyak, warung nasi ini sekarang sudah dua lantai, yang tadinya hanyalah warung emperan.
Disebut nasi jamblang karena nasinya beralaskan daun jamblang. Ketika ditanya oleh pelayan berapa tangkap jumlah nasi yang diberikan, jangan jawab “satu”, sebab porsinya sangat sedikit. Saya menjawab “tiga” ketika ditanya oleh pelayan—malu juga kalau menyebut angka yang lebih besar dari itu. Yang khas dari warung nasi jamblang Ibu Nur adalah sambalnya yang hanya kulit cabai, isinya sudah dikeluarkan. Sekilas, itu terlihat seperti kulit melinjo. Namun, itu adalah kulit cabai.
Melihat banyaknya pengunjung yang datang ke tempat ini, tak heran bila Ibu Nur mengatakan bahwa 120 liter beras dibutuhkan dalam satu hari untuk menyuplai nasi di warung ini.
Ke Cirebon, Ya Wisata Keraton
Setelah perut terisi, target saya yang harus dikunjungi pada hari pertama adalah ke Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Saya memilih keraton yang lebih muda, yakni Kanoman, sebagai destinasi pertama saya. Mengapa saya bilang Kanoman lebih muda daripada Kasepuhan? Sebab, berdasarkan literatur dan informasi, Kanoman merupakan adik dari Kasepuhan. Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1452 M, sedangkan Keraton Kanoman didirikan pada tahun 1678 M.
Untuk menuju Keraton Kanoman, Anda akan melalui kompleks bangunan tua peninggalan Belanda. Tepat di depan jalan masuk menuju Keraton Kanoman, Anda akan melewati pasar tradisional Kanoman. Sangat disayangkan, keberadaan pasar ini membuat akses keluar-masuk satu-satunya ke Keraton Kanoman jadi sedikit sulit dan macet. Jalan masuk menuju keraton hanya muat untuk satu mobil pribadi. Jadi, jika Anda datang rombongan dengan bus, lebih baik parkir busnya di tempat lain lalu jalan kaki menuju tempat ini.
Sayangnya, pemerintah Cirebon kurang memerhatikan kondisi tersebut. Selain kondisi pasar yang seakan menutupi keberadaan Keraton Kanoman, pemerintah juga tidak menyediakan tempat parkir untuk bus besar.
Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya yang bergelar Sultan Anom I. Saya sangat beruntung ketika datang ke tempat ini, sebab di sana sedang ada pementasan Tari Topeng.
Tujuan berikutnya adalah Keraton Kasepuhan. Inilah keraton tertua yang ada di Cirebon, tepatnya dibangun pada tahun 1452 M oleh Pangeran Cakrabuana. Dahulu, Keraton Kasepuhan merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Cirebon. Di tempat inilah dulunya Sunan Gunung Jati tinggal. Sekarang, di tempat ini masih dapat kita lihat masjid dan makam Sunan Gunung Jati.
Karena merupakan salah satu obyek wisata utama di Cirebon, keadaan Keraton Kasepuhan lebih terawat dibanding Keraton Kanoman. Area di sekitar Keraton Kasepuhan pun lebih nyaman untuk turis berkunjung.
Di kompleks keraton ini juga ada Museum Kereta Singa Barong yang menyimpan kereta kuda peninggalan zaman Kesultanan Cirebon. Lalu, ada juga Museum Benda Kuno yang di dalamnya menyimpan benda-benda kuno Kesultanan Cirebon, seperti alat kesenian dan alat-alat perang. Juga, tak jauh dari gedung utama ada sumur tempat mandi Sunan Gunung Jati. Air di sumur ini tak pernah kering, dan oleh masyarakat setempat airnya dipercaya dapat memberikan rezeki dan membuat awet muda apabila dibasuh ke muka.
Selain ada makam Sunan Gunung Jati, ternyata Keraton Kasepuhan juga tempat bersemayamnya Fatahilah, sang pahlawan yang memerdekakan Batavia. Karena itu, tiap ulang tahun kota Jakarta, sunan yang berkuasa di Keraton Kasepuhan selalu diundang ke Jakarta.
Wisata di hari pertama ini saya tutup dengan kuliner khas Cirebon, yakni empal gentong dan tahu gejrot. Kedua kuliner tersebut banyak dijajakan di warung pinggir jalan.
Wisata Sejarah di Cirebon
Setelah berwisata budaya pada hari pertama, di hari kedua, tujuan pertama saya adalah berwisata sejarah, yakni dengan mengunjungi Museum Perundingan Linggarjati. Gedung Museum Perundingan Linggarjati ini berjarak sekitar satu jam perjalanan dari pusat kota Cirebon. Museum Perundingan Linggarjati berada tepat di kaki Gunung Ciremai sehingga udara di sekitar lokasi bersejarah itu cukup sejuk dibandingkan di pusat kota.
Di gedung—atau lebih tepatnya saya bilang rumah—inilah dulu perwakilan Indonesia memperjuangkan pengakuan kemerdekaannya oleh pihak penjajah, yakni Belanda. Jika Anda punya banyak waktu untuk berlibur di Cirebon, Anda dapat sekalian trekking ke Gunung Ciremai.
Dari kaki Gunung Ciremai, saya kembali ke pusat kota. Tujuan saya berikutnya adalah belanja suvenir hasil olahan kulit kerang di salah satu—atau satu-satunya—tempat pengolahan kulit kerang di Cirebon, bernama Multi Dimensi. Di tempat ini memproduksi sekaligus menjual produk-produk interior rumah yang berhiaskan kulit kerang. Tujuan utamanya memang mengekspor kerajinan kulit kerang, tapi wisatawan individual juga bisa membeli satuan.
Harga yang dijual berkisar antara Rp5.000 hingga Rp23 juta. Multi Dimensi rata-rata memproduksi hingga dua atau tiga kontainer per bulan untuk diekspor, dengan omzet per kontainer sekitar US$8.000. Kehadiran tempat ini di Cirebon selain menjadi salah satu daya tarik wisatawan dari luar Cirebon juga sangat membantu warga sekitar, sebab tempat ini menyerap tenaga kerja hingga 500 orang.
Selain belanja barang-barang dari kerajinan kulit kerang, tentu yang tak boleh dilewatkan adalah belanja batik khas Cirebon. Tujuan utama belanja batik di Cirebon adalah di kampung batik Trusmi. Di kampung batik Trusmi ini ada banyak rumah penduduk yang menjadi showroom menjual batik, salah satunya yang saya kunjungi adalah di Lebet Sibu.
Selain menjual baju batik dan bahan kain batik, di Lebet Sibu pengunjung juga dapat menengok langsung ke “dapur” pembuatan batik; mulai dari menggambar pola, mencetak batik, serta proses pewarnaan ada di sini. Saya juga berkesempatan untuk mencoba mewarnai batik. Gampang-gampang susah ternyata, lho.
Bila tidak ingin repot mengunjungi satu per satu rumah perajin batik di kampung batik Trusmi, Anda dapat langsung menuju toko grosir batik yang ada di kampung Trusmi. Di pusat grosir itu menjajakan semua baju batik khas Cirebon, terutama yang bermotif khas Cirebon: mega mendung.
Yang membedakan batik Cirebon dengan batik di daerah lain adalah dari segi dan proses pewarnaannya. Warna batik Cirebon khas pesisiran, lebih terang daripada batik dari daerah lain. Batik Cirebon mengusung warna-warna cerah dengan motif mega mendung sebagai ciri khasnya.
Usai membeli oleh-oleh, saya pun menuju stasiun kereta Cirebon untuk kembali ke Jakarta. Jadi, apakah Anda siap wisata satu hari di Cirebon pada akhir pekan alih-alih menuju kawasan yang macet seperti Puncak, Bogor, dan Bandung?
One comment
Pingback: Berwisata ke Hutan Pinus Gunung Pancar - Vakansi.Co