Pandemi telah berlangsung hampir dua tahun, aktivitas masyarakat dalam menggunakan internet makin meningkat. Hal tersebut diketahui dari survey Hootsuit yang menyebut jumlah pengguna internet kini sudah mencapai 202,6 juta. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak yang dulu hampir belum tersentuh gawai akhirnya lebih akrab dengan internet karena kini harus mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari rumah.
Tentunya orangtua tidak bisa melarang anak menggunakan internet, karena internet sudah menjadi kebutuhan. Meski begitu orangtua bisa memberikan pemahaman kepada anak agar menggunakannya secara positif. Caranya dengan mendiskusikan dan berkomunikasi bersama anak sebelum memasuki ruang digital.
“Bahaya internet pada anak, paling teratas adalah cyberbullying yang bentuknya seperti komentar cenderung menghina, meremehkan, melecehkan, merendahkan dan menghujat,” kata Fibra Trias, Editor in Chief Mommies Daily saat webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021).
Fibra pun memberikan ciri-ciri anak terkena dampak buruk internet, antara lain bila terpapar pornografi pembicaraan anak mengarah ke pornografi, konsentrasi dan prestasi anak menurun, serta anak mengalami perubahan perilaku. Saat anak terkena paham radikalisme maka akan terlihat dari cara berbicara, berpikir, bertindak yang berkaitan dengan kekerasan. Sementara jika terkait pelecehan seksual bisa dikenali cirinya seperti anak punya uang saku atau barang yang bukan dari orangtua atau keluarga, sering menyendiri di kamar, bolos sekolah dan les, banyak cerita tentang orang dewasa tertentu.
Untuk mencegahnya, Fibra pun memberikan beberapa tips. Pertama jika terkait pornografi, sebaiknya orangtua pahami dulu rasa penasaran anak, perkuat agama dan norma sosial serta nilai keluarga, lalu arahkan anak pada kegiatan positif. Saat anak kecanduan media sosial atau gawai, maka orangtua perlu memberikan aturan yang tegas. Selain itu berikan alternatif kegiatan, menjadi contoh terlebih dulu dan konsisten.
Di sisi pencegahan pelecehan seksual orangtua hendaknya memberikan pendidikan seks, meningkatkan kewaspadaan di ruang digital anak, dan menciptakan kedekatan dengan anak lebih kuat. Adapun untuk mencegah paparan radikalisme orangtua perlu memelihata komunikasi yang baik dengan anak, serta membiasakan anak berpikir kritis dan banyak berdiskusi.
“Cegah perilaku cyberbullying dengan memantau aktivitas anak, lakukan komunikasi terbuka, ajarkan anak berani melawan, dan berikan pemahaman tentang konsep penerimaan diri,” ujarnya lagi.
Webinar Literasi Digital di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat I, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hadir pula nara sumber seperti Sandy Natalia, Co-Founder of Beauty Cabin, Eni Maryani, Dosen Fikom Universitas Padjajaran, dan Muhammad Satria, Direktur Karang Taruna Institute Jawa Barat.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.