Berkembangnya teknologi dan penggunaan internet, tak menghilangkan norma dan etika saat berinteraksi dengan individu maupun kelompok masyatakat. Etika tetap diperlukan untuk interaksi di ruang digital yang mengatur sistem legal dan moral bagaimana hal tersebut memengaruhi individu maupun masyarakat.
“Sejatinya tidak terlalu banyak perbedaan etika di dalam dunia nyata dan di dalam dunia digital. Terlebih setelah pandemi kehidupan kita 100% telah berubah, tinggal di rumah saja, prokes ketat selama bekerja, pakai masker, wajib cuci tangan, sekolah dan perkuliahan online. Secara langsung kehidupan digital sudah jauh lebih akrab dengan kita,” ujar Nikita Dompas, Producer & Music Director yang menjadi nara sumber di webinar Literasi Digital wilayah Jawa Barat I, Kota Sukabumi pada Jumat, (13/8/2021).
Survei Microsoft Digital Civility Index 2021 menyebutkan bahwa warganet Indonesia paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Di laporan tersebut ada fakta yang belum dibahas yaitu penyebab utamanya adalah tingkah laku berinternet dari orang dewasa usia 18-74 tahun. Adapun perilaku remaja usia 13-17 bertahan cenderung lebih baik. Sementara tren global memang menunjukkan bahwa remaja adalah kelompok yang justru memimpin pulihnya kesopanan global sepanjang 2020. Meningkatnya skor ketidaksopanan pada orang dewasa di Indonesia utamanya dipicu oleh peningkatan hoaks dan penipuan.
“Kecenderungan orang dewasa yang berperilaku buruk di internet, berkaitan dengan rendahnya tingkat literasi mereka,” kata Nikita.
Lembaga analisis Katadata Insight Center (KIC) dalam survei di tahun 2020 bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mengatakan bahwa Gen X (usia 40-55) secara umum memiliki literasi digital yang lebih buruk dari kelompok remaja dan milenial muda. Hal tersebut kemudian diperparah ketika mereka menggunakan media sosial percakapan terutama Whatsapp untuk menyebarkan berita dan informasi.
Lebih jauh, Nikita mengatakan penyebab orang Indonesia lebih berani di media sosial. Menurut pakar media sosial Ismail Fahmi, dunia maya dan nyata adalah dua hal yang berbeda. Kebanyakan orang Indonesia merasa sungkan saat bertatap muka secar langsung, termasuk sungkan menyatakan pendapat. Namun di media sosial jika ada sesuatu yang memunculkan rasa ketidaksetujuan mereka lebih bebas mengutarakan. Padahal saat sedang online seperti halnya di dunia nyata, setiap orang tetap harus saling menghormati saat berinteraksi tak jauh bedanya di dunia nyata.
Webinar Literasi Digital untuk wilayah Kota Sukabumi, Jawa Barat I merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi. Di webinar kali ini hadir pula nara sumber lainnya yaitu Dino Hamid, Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia, Reza Hidayat, CEO Oreima Films, dan Nandya Satyaguna, seorang Medical Doctor.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.