Sektor pariwisata Indonesia diproyeksikan prospektif pada 2019 di tengah ketidakpastian perekonomian global dan tahun politik pesta demokrasi di dalam negeri.
Dalam ajang Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2019 yang digelar oleh Forum Wartawan Pariwisata (Forwapar) dan didukung oleh Kementerian Pariwisata di Sumba Room, Hotel Borobudur, Jakarta, Senin, deregulasi di era pariwisata siber menjadi bahasan utama. Acara ini juga didukung Hotel Borobudur sebagai official hotel dan pihak lainnya seperti JAS Airport Service, PP Hospitality, Tauzia Hotels, Aryaduta Semanggi, Sahid Hotels & Resorts, Technoplast dan TTC Travel Mart.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyatakan bahwa deregulasi di Indonesia dalam rangka untuk menarik wisatawan mancanegara (wisman) dan investor difokuskan pada dua kebijakan yakni “ease of entering Indonesia” dan “ease of doing business” (FDI).
“Ada tiga hal yang dilakukan pemerintah untuk kemudahan masuk ke Indonesia yakni kebijakan bebas visa, menyederhanakan aturan bagi masuknya kapal pesiar asing atau yacht, dan mencabut asas cabotage untuk cruise asing,” katanya.
Pihaknya juga akan terus menerapkan strategi pemasaran yang tepat untuk menyasar segmen pariwisata milenial dan menerapkan promosi yang selalu go digital. Di sisi lain dilakukan pula dukungan terhadap pengembangan usaha rintisan pariwisata, mempermudah akses melalui program nomadic tourism, serta menargetkan pengembangan 100 destinasi digital yang instagramable di seluruh Indonesia.
Destination Marketing North Asia TripAdvisor Gary Cheng mengatakan Indonesia masuk peringkat keempat di antara 25 destinasi top dunia bahkan nomor satu top destinasi di Asia versi TripAdvisor.
“Wisatawan melakukan perjalanan berdasarkan search juga menunjukkan misalnya untuk wisatawan Eropa lebih banyak memilih Thailand kemudian Indonesia, wisatawan Amerika memilih Jepang, China, dan Indonesia, wisatawan Timur Tengah memilih Thailand, Filipina, dan Indonesia. Sementara wisatawan Asia memilih Jepang dan Indonesia,” katanya.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia menjadi preferensi bagi banyak wisatawan dari berbagai belahan dunia sehingga potensi dan peluang tersebut perlu dioptimalkan tahun depan terutama pada segmen milenial yang menyukai destinasi yang otentik dan penuh petualangan.
GM Regional Business Development SEA Baidu.com Yu Yen-Te mengatakan pihaknya memiliki teknologi “artificial intelegence” termasuk untuk “face recognation system” yang bisa membedakan gender, usia, dan keaslian foto untuk menjaring informasi mengenai wisatawan.
“Kami mendapati di China dengan pasar 351 juta netizen top 5 destinasinya dua tertinggi adalah Bali dan Phuket,” katanya,
Ia menyarankan agar pariwisata Indonesia melihat segmen atau pasar China berdasarkan musim bepergian untuk mendapatkan kualitas turis yang lebih besar di antaranya saat tahun baru China mengingat saat itulah masyarakat China mendapatkan bonus akhir tahun yang besar yang banyak dialokasikan untuk liburan awal tahun.
Ia menekankan semakin besarnya angka Free Independent Traveller (FIT) dan female traveller pada tahun depan yang banyak menggunakan fasilitas online termasuk dalam bertransaksi.
Deputi Bidang Pemasaran I Kemenpar Ni Wayan Giri Adnyani mengatakan pada 2019 Indonesia menggelar pesta demokrasi sehingga sedikit banyaknya tahun politik akan berdampak kepada sektor pariwisata. Kerentanan pariwisata terhadap isu sektor keamanan dan stabilitas ekonomi menjadi salah satu penyebab utama.
“Ini menunjukkan bahwa pariwisata tidak berdiri sendiri dan diperlukan kerja sama pentahelix dari seluruh pihak di Indonesia untuk membangun pariwisata maju,” katanya.