Stigma bahwa generasi milenial enggan membeli properti kian berkembang akhir-akhir ini. Melihat kondisi itu, Kadin Indonesia mengadakan acara Ngobrol Properti (NGOPI) bertajuk “Kapan Beli Properti” untuk memberikan jawaban atas problematika tersebut. Acara ini juga mempertemukan generasi milenial dengan para pelaku industri di bidang properti, perbankan, dan fintech serta perwakilan dari perumus kebijakan.
“Lewat kegiatan NGOPI ini, Kadin ingin mendengar dan berdiskusi dengan generasi milenial secara langsung terkait kendala-kendala yang dihadapi mereka dalam membeli properti. Forum edukasi ini diharapkan dapat memberikan solusi taktis untuk membantu generasi milenial bisa memiliki dan berinvestasi properti,” tutur Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Hendro Gondokusumo.
Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani, saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan hal tersebut. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi di atas 5%, pembangunan infrastruktur yang intensif, dan perbaikan peringkat kemudahan berbisnis memberikan harapan pada pasar properti untuk terus bertumbuh.
“Hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh pengembang bisnis properti untuk semakin cermat dalam melihat peluang dan membaca permintaan pasar khususnya generasi milenial yang biasanya menginginkan friendly, flexibility payment dan affordable,” ujar Rosan.
Berdasarkan data para pengembang anggota Kadin dari realisasi penjualan sepanjang triwulan I-2018, pertumbuhan bisnis properti pada awal tahun ini masih didominasi oleh sektor hunian, baik rumah tapak maupun apartemen. Melihat kondisi tersebut, Rosan memperkirakan industri properti dapat tumbuh berkisar 5-7% di tahun 2018.
Pertumbuhan sektor tersebut didukung oleh kebutuhan akan hunian yang masih tinggi serta harus didukung sejumlah kebijakan terkait sektor properti seperti suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang rendah dan adanya upaya semua pihak terkait kendala uang muka (down payment/DP) yang saat ini dialami golongan menengah ke bawah.
Hal ini sejalan dengan hasil survei BI 2017 bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan bisnis properti itu adalah bunga KPR (20,36%), persyaratan uang muka (16,57%), pajak (16,13%), perizinan (14,45%), serta kenaikan harga bahan bangunan (11,68%), di mana lebih dari 76% konsumen masih mengandalkan kredit bank (KPR/KPA) untuk membeli rumah.
Rosan menambahkan, tantangan bagi pengembang properti adalah orientasi pengembangan harus mengarah kepada produk properti yang bisa dijangkau oleh pasar generasi milenial. Apalagi segmen ini berpotensi untuk terus tumbuh hingga sepuluh tahun mendatang sehingga berpengaruh terhadap industri ini.
Bank-bank pemberi kredit perumahan harus membuka diri agar bisa diakses oleh generasi milenial karena kemampuan generasi ini dalam membeli properti maksimal Rp1 miliar, di mana 17% di antaranya baru mampu membeli rumah dengan harga di atas Rp300 juta. Hal ini karena rata-rata penghasilan mereka sebesar Rp3-6 juta, sedangkan untuk membeli rumah seharga Rp300 juta, dibutuhkan income minimal Rp7,5 juta per bulan
“Diharapkan masalah generasi milenial ini bisa akomodir oleh pemerintah, sehingga bisa diterbitkan kebijakan yang mendukung generasi milenial untuk bisa memiliki properti,” kata Rosan.
Budi Satria, Direktur Consumer Banking PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., mengatakan Bank BTN terus mendukung masyarakat Indonesia, khususnya generasi milenial, untuk memiliki hunian. Saat ini, ujar Budi, banyak bank dan perusahaan pembiayaan (multifinance) menawarkan program KPR atau Pembiayaan Pemilikan Rumah dengan memberikan kemudahan seperti misalnya penetapan bunga tetap selama hingga 5 tahun, tenor yang relatif panjang hingga 20 tahun, cicilan uang muka, dan lain sebagainya
Solusi yang diberikan oleh Bank BTN selain memberikan program penawaran KPR yang kompetitif adalah memberikan fasilitas bagi konsumen untuk memberikan pilihan properti dalam satu portal, yaitu melalui www.btnproperti.co.id di mana pilihan hunian yang paling banyak dicari milenial pun telah menjadi stok perumahan pada portal dimaksud, yaitu apartemen dengan tipe one bedroom seluas 55 m2 atau tipe two bedrooms berukuran 62 m2.
“Memiliki suatu properti pada prinsipnya adalah lebih cepat lebih baik, karena harga properti memiliki tren kenaikan yang konsisten. Malah kenaikan harga properti lebih cepat dan tinggi dibandingkan dengan kanikan gaji seorang karwayan setiap tahunnya,” ujar Budi yang menjadi salah satu pembicara dalam acara NGOPI ini.
Marine Novita, Country Manager Rumah.com, menambahkan berdasarkan hasil survey Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H1-2018, sebanyak 63% responden mengaku berencana membeli rumah dalam enam bulan ke depan. Dari total responden yang optimistis membeli rumah, sebesar 44% berasal dari kelompok usia 21-29 tahun, atau milenial muda. Sementara 35% lainnya berasal dari milenial tua, kelompok usia 30-39 tahun.
Hasil survei tersebut menunjukkan kesadaran generasi milenial untuk memiliki hunian sendiri sudah cukup tinggi. Namun, masih ada kendala di antaranya adalah uang muka, meskipun pemerintah telah menurunkan besaran uang muka hingga tinggal 15% untuk pembelian rumah pertama dan para pengembang banyak memberikan promo. “Untuk itu, mereka perlu diberikan advokasi ataupun panduan langkah-langkah proses pembelian rumah yang benar maupun bagaimana cara menemukan hunian idaman yang tepat,” ujar Marine.