Perubahan perilaku individu terjadi ketika adanya digitalisasi. Di masyarakat terjadi displacement effect atau dimana kita menggantikan kegiatan yang seharusnya dilakukan setiap harinya dengan mengakses internet.
Hal tersebut sudah dikatakan Joice Crammod tahun 1976 untuk kehadiran televisi yang menggantikan beberapa kegiatan. Bahkan porsinya sangat banyak kalau kita hubungkan di Indonesia sekarang menurut riset sebanyak 69 persen masyarakat Indonesia menjadikan tempat tidur sebagai lokasi untuk mereka berselancar di dunia Internet.
“Jadi waktu yang harus tidur malah scroll media sosial,” ujar Muhammad Miftahun Nadzir, Dosen Entrepreneur Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (13/7/2021).
Saat sedang menunggu, 35 persen masyarakat juga memilih memainkan gawainya. Saat di rumah saat menonton TV bahkan miris ketika berkumpul dengan keluarga juga masih harus berselancar di internet.
Akibat arus informasi yang sangat banyak dan masuk setiap saat membuat kita selalu menerima sapaan dari luar yang mana mengurangi hubungan intensitas dengan dunia nyata. Juga terlihat generasi yang sudah sedari dini menggunakan teknologi sehingga semua serba instan. Di dunia ini terutama pada generasi milenial sehingga jarang yang menghargai proses.
Arus informasi yang cepat juga membuat muncul last of cultural identity melalui online misalnya fenomena k-pop. “Masyarakat berkembang tapi sangat bergantung pada apa yang dia lihat, apa yang direpresentasikan dari media. Sehingga kita kehilangan kontak dengan dunia nyata. Hal ini juga terjadi pada anak-anak,” ungkapnya.
Perubahan perilaku masyarakat adalah the skill reading in the new normal alias malas membaca atau hanya senang membaca judul saja dari sebuah artikel. Inilah yang beresiko pada penyebaran informasi hoaks karena kita tidak kritis dalam menerima informasi.
Berbeda dengan dulu 10 atau 20 tahun yang lalu, saat seseorang ingin mencari sesuatu kita harus mencari referensi ke perpustakaan, baca buku itu yang sebenarnya dapat meningkatkan daya kritis seseorang.
Digital society ala Indonesia mereka yang sangat bergantung kepada teknologi, segala aspek kehidupannya digital. Penggunaan perangkat digital dalam pelayanan publik dan pemerintahan. Untuk pilar digital lifestyle penggunaan teknologi dalam aktivitas sehari-hari masyarakat digital memiliki kebutuhan yang tinggi akan informasi. Sehingga mereka spasial atau terhubung dengan lokasi yang berefek pada pengorganisasian ruang dan waktu.
Pilar yang terakhir adalah digital commerce penggunaan teknologi digital dalam aktivitas ekonomi. Adanya perubahan pola interaksi masyarakat dan interaksi secara langsung menjadi interaksi tidak langsung yakni melalui jejaring sosial sekalipun untuk berbelanja.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (13/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Bambang Iman Santoso (CEO Neuronesia), Taufik Aulia (content Creator dan penulis), Fikri Muhammad Hakim (Senior Manager Safety) dan Ummi Kulsum sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.