Dalam beretika digital, masyarakat digital harus memiliki Netiket, ilmu soal konten negatif, cara melakukan partisipasi kolaborasi dan memiliki pengetahuan tentang interaksi dan transaksi elektronik.
Data tahun 2020 melihat bahwa sebagian besar atau sebanyak 49% warganet Indonesia pernah melakukan cyber bullying atau perundungan secara online. Dikatakan 5 dari 10 masyarakat dunia maya Indonesia melakukan perundungan. Dan 19% mengaku menjadi target sasaran bullying.
Lantas, apakah perlakuan yang tidak menyenangkan yang kita dapat ketika berinteraksi dengan media digital itu termasuk bullying. Kharisma Nasionalita, Dosen dan Peneliti Telkom University menjelaskan, perundungan online ini jika saat berada di dunia digital seseorang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dengan ada unsur melecehkan, mengejek, penghinaan, itu sudah termasuk perundungan.
Paling banyak pembullyan ini karena persoalan penampilan, menurut survei angkanya hingga 61%. Seseorang di media sosial paling sering tidak sengaja melakukan body shaming atau mengomentari bentuk tubuh. Seperti sesuatu hal yang biasa namun nyatanya mampu membuat seseorang depresi.
“Di media digital ketika kita tidak sengaja melakukan perundungan lalu mereka sedih. Jangan sekali-kali kita mengatakan dia baper (bawa perasaan) atau lebay. Karena setiap orang punya kondisi psikologis yang berbeda-beda,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (9/7/2021).
Jadi, baik di dunia maya maupun nyata efek dari perundungan itu ialah depresi. Ada rasa kesepian atau timbul kecemasan sosial gangguan psikosomatik sampai pada level yang parah yakni bunuh diri. Jangan jadi bagian dari cyber bullying, maka dibutuhkan netiket atau etika berinternet yakni menyadari lawan bicara kita di dunia digital itu ialah sama seperti kita memiliki perasaan dan juga kehidupan.
“Berkomentar dengan kata sopan, tidak menyebar konten SARA, hoaks, provokasi, hinaan dan apapun yang dapat memicu perdebatan. Berpikir jauh terlebih dahulu sebelum memposting sesuatu,” jelasnya.
Kita juga harus memproteksi diri sendiri agar tidak menjadi korban perundungan, selektif dalam memilih teman yang tidak kita kenal itu di dalam daftar pertemanan. Melindungi informasi pribadi, perkuat keamanan akun, terapkan netiket dan selektif saat membagikan tautan.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (9/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Queena Fredlina (Relawan TIK Bali), Komang Triwerthi (Dosen STMIK Primakara), Khemal Andrias (CEO NXG Indonesia) dan Yohana Djong sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.