Era digital saat ini sangat banyak perkembangan yang tidak bisa diduga. Salah satunya dengan banyaknya informasi yang berkeliaran di sekitar kita. Sementara kita tidak tahu apakah informasi itu benar atau tidak karena terkadang ambigu. Sebenarnya itu adalah bagaimana cara kita membaca dengan literasi digital.
Muhajir Sulthonul Aziz, Ketua Relawan TIK Surabaya mengapresiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan presiden akhirnya membuat Gerakan Nasional Literasi Digital untuk membuat Indonesia makin cakap digital sebab masyarakat Indonesia sekarang khususnya warga digital sudah sangat dibombardir informasi. Bukan hanya jumlah informasi yang banyak, tapi sangat mudah sekali didapatkan.
“Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi informasi datang silih berganti. Jadi tugas warga digital Indonesia adalah untuk mengetahui mana yang faktual mana yang informasi bohong. Karena sebenarnya masih banyak sekali masyarakat yang percaya dengan hoaks,” ujarnya dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (19/7/2021).
Hoaks adalah suatu informasi yang sesungguhnya tidak benar tapi dibuat seolah-olah benar adanya. Tujuan dari informasi bohong ini adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan masyarakat, seringkali akan mengambil keputusan yang lemah tidak meyakinkan dan bahkan salah.
“Masyarakat Indonesia sebagian besar pendatang baru, mereka seperti dipaksa untuk masuk dalam digital. Dulu kita mungkin kita tidak dekat dengan digital apalagi dua tahun lalu, masih belum Zoom, tapi sekarang akhirnya kita hampir setiap hari menggunakan Zoom. Kita seakan dipaksa untuk menggunakan aplikasi tersebut sekalipun anak-anak yang untuk belajar di rumah,” ungkap Muhajir.
Mereka yang percaya hoaks, ialah mereka yang kurang literasi digital. Mengapa literasi digital? Sebab di situ kita belajar misalnya tidak menerima sembarangan link. Kalau sudah terliterasi, minimal seseorang dapat langsung menganalisa sebuah informasi dari awal. Saat melihat sebuah artikel di website, domain sudah terlihat jika bukan (.com), (.co.id) berarti bukan media resmi. Media massa besar memiliki domain mereka sendiri.
Literasi digital ini dapat dipelajari atau diketahui untuk seluruh usia semakin muda lebih baik. Bahkan mereka yang berpendidikan tinggi saja perlu edukasi literasi digital. Karena penyebar hoaks ini tidak memandang pendidikan, mereka yang berpendidikan tinggi pun bisa saja menyebarkan hoaks jika tidak punya literasi digital. Meskipun pendidikan tinggi namun memiliki emosi yang kurang stabil.
“Itu berpengaruh, seseorang cepat menerima hoaks meskipun pendidikannya tinggi, jika emosional kurang stabil mereka akan cenderung tergesa-gesa dalam menerima info informasi. Saat kita bangun tidur lalu menerima informasi yang mengagetkan pasti tergesa-gesa untuk dipercaya dan disebarkan. Maka kita jangan terlalu tergantung dengan gawai, bangun tidur bukan saatnya lihat gawai,” tuturnya.
Jangan sebar-sebar jika belum ada kebenaran mengenai informasi tersebutc. Cukup stop di gawai kita, jadilah pemutus rantai informasi yang menyesatkan di masyarakat. Bahkan mungkin saja kita melakukan patroli hoaks dengan memberitahukan orang lain, jikka mereka sedang menyebarkan informasi hoaks.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (19/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Ismail Tajiri (Ketua RTIK Kabupaten Sukabumi),Leviane Jackelin Hera Lotulung (Dosen Universitas Sam Ratulangi), I Gusti Ngurah Wikranta Arsa (Relawan TIK Bali) dan aktris senior Irene Librawati sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.