Monosodium Glutamat (MSG) digunakan sebagai penyedap rasa makanan. Banyak mindset yang berkembang di masyarakat, MSG atau biasa dikenal micin dapat mengganggu kesehatan hingga merusak otak.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Prof. DR. Dr. Nurpudji A. Taslim, MPH, SpGK(K) menjelaskan asumsi tersebut bisa dipatahkan jika penggunaan MSG tidak dilakukan secara berlebihan.
“Penggunaan bumbu penyedap rasa tidak berbahaya bagi kesehatan selama penggunaannya dilakukan dengan bijak, yang artinya bahan penyedap rasa itu digunakan sesuai dengan porsinya, tidak berlebihan,” kata Nurpudji di sela-sela konferensi pers yang diadakan PT Sasa Inti di Jakarta, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Albert Dinata, GM Marketing PT Sasa Inti, MSG juga masih sering dianggap negatif oleh kebanyakan orang. Stigma negatif tersebut diakibatkan karena adanya kesalahpahaman yang ada di kalangan masyarakat.
“Sudah cukup lama kesalahpahaman ini tidak disertai penjelasan yang berimbang akan MSG itu sendiri. Padahal, MSG itu aman dikonsumsi asal sesuai dengan takaran. Dan yang menyatakan keamanan itu adalah dari lembaga kredibel, baik secara Internasional seperti FDA, European Community, maupun nasional Indonesia sendiri seperti Permenkes, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), dan diperkuat oleh sertifikasi Halal yang diberikan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia),” paparnya.
Di banyak negara, MSG sering disebut garam China karena sering digunakan untuk berbagai menu masakan Asia. Selain memberikan rasa gurih, MSG bisa menimbulkan aroma khas jika dibubuhkan dalam makanan olahan.
Albert mengatakan, rasa gurih yang dihasilkan MSG bisa disebut umami (gurih) atau rasa kelima setelah rasa manis, asin, pahit, dan asam. “Dari riset yang dipublikasikan pada 2015 melalui jurnal berjudul Flavour tentang artikel mengenai ‘The Science of Taste’, menyebut umami dapat memperbaiki rasa makanan rendah kalori di mana justru dapat menguntungkan bagi kesehatan,” kata Albert.
Seperti diketahui, MSG Sasa terbuat dari bahan-bahan alami yang diperoleh dari hasil pengolahan rumput laut, serta melewati proses fermentasi tepung seperti membuat cuka, minuman anggur (wine) atau yoghurt.
“MSG itu terbuat dari bahan alami dan diolah melalui proses fermentasi, sehingga selain dapat memperkaya rasa berbagai masakan, MSG juga aman dikonsumsi selama tentunya digunakan dengan bijak,” katanya.
Lanjut Albert, rencananya, konferensi pers dengan tema ‘Penggunaan bumbu penyedap rasa dengan bijak tidak berbahaya bagi kesehatan’ akan dilaksanakan di beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dan kota besar lainnya.
“Tujuan kami mengadakan acara konferensi pers ini, agar persepsi yang kurang tepat yang selama ini berkembang dalam masyarakat dapat diluruskan kembali. Kami ingin masyarakat merasa aman untuk menggunakan MSG Sasa, misalnya dalam masakan, seperti yang sudah dijelaskan oleh dokter,” ujar Albert.