Di dunia digital kekerasan maupun pelecehan seksual bisa terjadi. Dari yang bersifat umum seperti komentar, membuat konten seksual, menyebarkannya, hingga adanya ancaman paksaan terkait aktifitas seksual. Pelecehan sendiri terjadi bila seseorang menjadi merasa tidak nyaman dan aman dalam konteks seksual, tubuh, jenis kelamin, gender, dan seksualitas.
āPelecehan seksual di dunia digital memiliki spektrum tingkah laku yang luas. Perhatian dan tingkah laku yang tidak diinginkan berupa komentar, ajakan, permintaan, ancaman yang dialami di platform digital tersebut membuat seseorang merasa terancam, dieksploitasi, dipaksa, dipermalukan, didiskriminasi, dan dijadikan objek sasaran,ā kata Rini Hapsari Santosa, Psikolog Klinis Dewasa saat webinar Literasi Digital wilayah Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu Selasa (3/8/2021).
Lebih lanjut dia mengungkapkan, angka kasus kekerasan berbasis gender siber (KBGS) menurut data Komnas PerempuanĀ mengalami peningkatan, dari 241 kasus pada tahun 2019 menjadi 940 kasus di tahun 2021. Pelecehan dan kekerasan seksual ini mengakibatkan bahaya atau penderitaan fisik maupun mental dan seksual dan penghapusan kemerdekaan.
Situasi pandemi memperparah keadaan, interaksi langsung berkurang dan interaksi digital bertambah. Pandemi juga memengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis, karena ruang bergerak terbatas penyaluran dan pengolahan stres tidak ada. Frustasi dan stres berpotensi meningkatkan agresifitas, bisa jadi penyalurannya justru di media sosial yang akhirnya bisa saja justru membuat seseorang terjebak dalam pelecehan seksual di ruang digital.
Rini mengatakan, beberapa hal bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya pelecehan seksual di ranah digital, namun tak kalah penting untuk menyadari orang sekitar apakah mengalaminya. Apakah seseorang adalah orangtua, kakak, atau keluarga terdekat harus berkomunikasi secara terbuka agar bisa mengetahuinya. Selain itu tidak boleh ada penghakiman terhadap korban dalam keluarga dan lingkungan. Cara-cara instant seperti memblock akun dan melaporkan yang menggangu sebenarnya tidak serta merta akan menyelesaikan masalah, namun sebaiknya merespons secara asertif dengan menegur pelaku dan menyatakan keberatan atas tingkah laku pelaku.
Webinar Literasi Digital di Kota Bogor, Jawa Barat I, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hadir pula nara sumber seperti Maria Ivana seorang Graphic Designer, Intan Maharani, COO PositiVibe, Irma Nawangwulan, dosen IULI.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.