Media digital adalah persambungan tangan untuk merasakan budaya yang lebih banyak lagi yang ada di dunia ini. Media digital itu bisa melintasi batas-batas ruang daerah maupun negara yang dimana semuanya juga memiliki norma-norma tradisional.
Berbeda dengan norma-norma antarnegara atau antardaerah. Apapun itu, semua warga digital dari seluruh dunia diikat dengan norma etika atau netiket yang menjadi pengikat diri selama berpartisipasi di ruang digital.
Frida Kusumastuti, dosen Universitas Muhammadiyah Malang menjelaskan, bukan hanya di Indonesia kajian-kajian mengenai budaya. Di luar negeri pun sama mereka menyebutkan bahwa etika tradisional dengan etika kontemporer itu itu sama. Dunia digital mereka sebut kontemporer.
“Perbedaannya adalah hanya dampak dari etika yang terjadi di dunia daring dan luring dalam hal kecepatan. Kecepatan tersebarnya perilaku etis itu cepat sekali tersebar. Etiketnya sama tapi penyebaran etik yaitu berbeda,” tutur Frida dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (19/7/2021).
Perbedaan yang kedua adalah luas cakupan, penyebarannya bisa langsung global. Frida mengatakan, jika kita memunculkan diri di dunia luring radius 5 meter saja yang bisa melihat kita. Suara terdengar kurang dari 5 meter. Namun tidak dengan dunia digital radiusnya bisa sampai ribuan kilometer melintasi batas-batas negara. Kita dapat melihat perilaku-perilaku orang ada di negara lain hanya ada di layar kaca kita atau ada di genggaman kita melalui ponsel.
Di ruang digital ternyata sangat kuat hukuman sosialnya jika kita melakukan sesuatu yang tidak etis. Kita seperti menggelinding layaknya bola salju permasalahan akan semakin besar. Hukuman sosial bagi itu juga menjadi berbeda jauh berbeda.
“Di mana-mana dia akan dilihat orang-orang akan selalu ingat rekam jejaknya. Akan abadi sekali kita melanggar etika, hukum dan undang-undang rekam jejak digital kita akan ada di sepanjang hidup kita,” ujar anggota Japelidi ini.
Perundungan di dunia daring dan luring dampaknya juga jauh berbeda. Jika di dunia nyata, bullying dilakukan 10 orang atau paling banyak satu sekolah. Tapi jika di dunia digital ada ribuan yang mem-bully tergantung pengikutnya di media sosial. Tentu, dampaknya akan lebih besar perundungan di dunia maya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (PLPG) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (19/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Dera Firmansyah (Podcaster), Esa Firmasyah (RTIK Sumedang), Fikri Andika (NXG Indonesia) dan Aflahandika sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.