Sebagai sumber informasi tak terbatas, internet kini menjadi alat komunikasi, sosialisasi untuk menambah teman, keperluan pekerjaan mulai dari penggunaan email, peluang dalam bisnis, fasilitas perbankan, hingga digunakan untuk hiburan. Termasuk untuk Pengajaran Jarak Jauh (PJJ) atau sekolah daring yang sudah dilakukan sejak pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia.
Namun di balik kemudahan dari adanya internet, terdapat dampak negatif seperti masalah kesehatan pada anak bila sudah kecanduan. Dapat merusak penglihatan, mengganggu pola tidur, kurangnya bersosialisasi, gangguan emosi, stres, obesitas, hingga gangguan pertumbuhan dan kecanduan gadget sudah masuk dalam gangguan kejiwaan.
Salah satu bahaya internet yang dikhawatirkan pada anak adalah pornografi. Data paparan pornografi pada anak Indonesia pada Juni 2018 melalui skrining Kementerian Kesehatan mengenai adikasi pornografi pada siswa SMP dan SMA sebanyak 1314 responden di kota besar yakni 98,3% telah terpapar pornografi.
Tingkat kecanduan pornografi dimulai dari durasi 1-2 kali setahun, lebih dari 6 kali, sebulan sekali, setiap minggu, setiap hari hingga menggangu keseharian, dan yang paling teratas sudah tidak berdaya dan putus asa jika tidak melihat pornografi.
“Pornografi bagi anak ini memengaruhi otak yaitu fungsi Pre Frontal Cortex yang membedakan antara otak manusia dengan otak hewan dalam menata emosi, konsentrasi, pemahaman, empati, berpikir kritis, membuat rencana masa depan, membentuk kepribadian dan berperilaku sosial,” kata Nandya Satyaguna medical doctor saat webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat Selasa (27/7/2021).
Perkembangan mental dan tubuh anak karena pornografi biasanya akan terganggu konsentrasinya, dan menurunkan kemampuan di sekolah. Meski begitu, menurut Nandya anak yang sudah terpapar pornografi masih bisa ditangani. Dia pun memberikan beberapa panduan untuk orangtua, diantaranya pertama agar tidak panik atau menghakimi anak namun orangtua perlu melakukan pendekatan dari hati ke hati dan pahami anak.
Konsep penggunaan internet sehat harus menjadi pegangan orang tua untuk melindungi diri sendiri serta orang lain dari risiko di dunia online. Penggunaan internet sehat pada anak akan mengeleminasi bahaya internet. Saat ini internet sudah merupakan kebutuhan sehingga tidak mungkin melarang anak untuk tidak menggunakannya. Orang tua harus bisa mengarahkan anak-anak untuk memakai internet sehat.
“Orang tua juga perlu mengajarkan kewaspadaan pada anak-anak, keterbukaan dalam berkomunikasi dan mau mendengarkan anak serta tidak menghakimi anak,” ujarnya lagi.
Webinar Literasi Digital untuk wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat I merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi. Di webinar kali ini hadir pula nara sumber lainnya yaitu Daniel Hermansyah, CEO of Kopi Chuseyo, Munjin Sulaeman seorang Pegiat Literasi, dan Asep H. Nugroho, Dosen Fakultas Teknik UNIS.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.