Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, mendukung upaya Kepri untuk mengembangkan Desa Wisata Ekang Anculai di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, sebagai daya tarik wisata baru.
Sandiaga mengatakan pengembangan desa wisata Ekang Anculai dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Terlebih, di masa pandemi COVID-19, wisata berbasis alam menjadi pilihan utama bagi wisatawan.
“Jika kita bisa mereposisi bahwa wisatawan nusantara ini yang menjadi fokus pengembangan, maka desa-desa wisata seperti Desa Ekang Anculai ini potensinya sangat luar biasa untuk menggerakkan ekonomi. Juga membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, melestarikan alam dan memberikan pengalaman storynomic,” kata Sandiaga.
Lanjut Sandiaga, mendukung rencana pengembangan wisata alam mangrove di Desa Wisata Ekang Anculai. “Daerah yang mengelola mangrove itu kualitas oksigennya terbaik, sehingga sangat direkomendasikan untuk berwisata ke sini,” katanya.
Sandiaga juga menilai Desa Wisata Ekang Anculai sebagai suatu desa wisata yang berkualitas. Karena mengedepankan asas keberlanjutan lingkungan, membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat, dan mengedepankan kearifan lokal.
“Desa wisata Ekang Anculai ini adalah prototipe yang saya ingin angkat agar direplikasi di daerah-daerah lain dengan kearifan lokal yang juga melibatkan masyarakat,” ujar Sandiaga.
Pengelola Desa Wisata Ekang Anculai, I Wayan Santika, mengatakan desa yang sebelumnya adalah bekas lahan perkebunan karet itu kini tengah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri untuk melaksanakan proyek ekowisata mangrove. “Wisata mangrove ini adalah rencana jangka pendek kami. Kami sudah mendapat surat keterangan (SK) melalui kelompok tani untuk mengelola hutan kemasyarakatan,” ujar Wayan.
Wayan menyebutkan, sebelum pandemi COVID-19, sebagian besar tamu yang berkunjung ke Desa Wisata Ekang Anculai adalah wisatawan mancanegara. Banyak dari mereka berasal dari Prancis dengan durasi tinggal mulai dari dua hingga 28 hari. “Hampir 70 persen tamu yang datang ke desa ini adalah dari mancanegara terutama dari Prancis yang masuk melalui Singapura,” tutur Wayan.