Berita viral yang sering muncul belum tentu positif. Terkadang berita tersebut bermuatan konten negatif. Eunike Iona Saptanti seorang Trainer & Educator mengatakan konten negatif terdiri atas hoaks, cyberbullying, dan ujaran kebencian. Ketiga hal tersebut sebaiknya tidak dilakukan di media digital karena akan merusak reputasi kita.
Tujuan orang menyebarkan konten negatif bisa didasari oleh motif ekonomi agar mendapat untung, mencari perhatian/ketenaran, untuk menjatuhkan seseorang, memecah belah, bahkan untuk menjadikan seseorang sebagai kambing hitam.
“Media sosial Twitter punya banyak sebaran konten negatif. Sekarang zamannya orang harus menguasai media sosial dan media digital pasti akan lebih banyak lagi konten negatifnya,” papar Eunike dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Subang, Jawa Barat, Selasa (19/10/2021) pagi.
Kalau dikaitkan dengan budaya digital, konten negatif yang mengangkat suku tertentu, agama tertentu, dan lainnya sering disalahgunakan oknum. Karena oknum menganggap kelompoknya paling benar. Padahal konten yang membawa suku dan agama bisa menjadi positif untuk mengenalkan keberagaman.
“Fitnah, konten kekerasan anak, kekerasan hewan, dan penipuan banyak menjadi konten negatif. Ini merupakan hal negatif dan banyak kita lihat di media sosial. Berita tentang konten kekerasan pada anak sering membuka identitas korban padahal itu melanggar privasi,” jelasnya.
Ketika sudah terpapar dengan konten-konten tersebut sebagai pengguna media sosial kita bisa mencermatinya. Kita perlu mengetahui siapa pengirim informasinya dan apa tujuan informasi tersebut dibuat. Kemudian, memverifikasi keaslian berita melalui sumber yang kredibel.
Setelah itu, kita perlu bersikap bijak dengan menghentikan pendistribusiannya dan tidak berkomentar mengenai konten tersebut. Lalu, laporkan konten negatif melalui situs-situs yang disediakan, seperti aduankonten.id atau turnbackhoax.id, serta melaporkan juga memblokir akun penyebar konten negarif melalui platform medsos secara langsung.
Memiliki lingkungan pertemanan yang positif bisa menghindari kita dari konten negatif yang beredar di media sosial. Sekali pun kita menjadi korban dari konten negatif, pastikan untuk tidak merespon, memaksimalkan fitur blokir dan laporkan pada platform, serta melaporkannya ke sarana pengaduan konten negatif.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (19/10/2021) pagi, juga menghadirkan pembicara, Virginia Aurelia (Owner & Founder divetolive.id), Sisi Suhardjo (General Manager IRIS PR), Felix Kusmanto (Dosen Paruh Waktu & Peneliti SDM), dan Kila Shafia sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.