Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beragam. Bahkan, Indonesia juga menjadi pengguna media sosial terbesar di dunia. Perbedaan dan kemajuan teknologi ini perlu diimbangi dengan pemahaman tentang etika berinternet atau netiket di dunia maya.
Pipit Djatma, Fundraiser Consultant IBU Foundation mengatakan, etika terbagi menjadi tradisional dan kontemporer. Etika tradisional menyangkut etika offline, yaitu tata cara, kebiasaan, dan budaya yang mencerminkan kesepakatan bersama setiap kelompok masyarakat dalam menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas. Sementara, etika kontemporer adalah etika elektronik yang menyangkut tata cara dan kebiasaan yang berkembang karena teknologi.
Layaknya beretika di masyarakat, bagi orang yang melanggarnya pun memiliki konsekuensi atau risiko. Dalam dunia maya, kasus tentang pelanggaran etika kontemporer banyak dilakukan dalam bentuk ujaran kebencian dan biasanya dijerat dengan UU ITE.
āMotif melakukannya ada faktor dalam diri dan faktor dari luar diri. Faktor dalam diri itu tidak bisa menanggapi dan menerima perbedaan pendapat, faktor luar diri bergantung pada lingkungan pertemanan dan komunitas,ā jelas Pipit dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (27/9/2021).
Oleh karena itu, di ruang digital kita perlu menerapkan netiket. Netiket adalah etika dalam jaringan dunia maya. Etika ini dibawa pada saat menggunakan internet, mulai dari email, chatting di grup Whatsapp, forum online, dan aktivitas komunikasi lainnya di internet.
Penggunaan netiket ini termasuk juga saat kita berkomentar, membagikan postingan, dan lain-lain. Sebaiknya, sebelum melakukan itu kita perlu mengecek sebauh informasi tentang hal yang ingin dibagikan atau dikomentari utnuk menghindari hoaks.
āEtika di dunia nyata dan dunia maya itu sama. Jadi, ketika kita ingin menyampaikan informasi harus berdasarkan fakta, tidak mengandung SARA, dan unsur kekerasan/pornografi,ā ujarnya.
Penggunaan netiket itu harus dilakukan karena kita harus mengikuti segala aturan yang ada di internet, serta menghargai orang-orang didalamnya yang memiliki latar belakang berbeda.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (27/9/2021) juga menghadirkan pembicara, Luqman Effendi (Kepala Sekolah SMK Brahari), Edy Widodo (Kepala Program Produktif Teknik Komputer Jaringan OPS Dapodik SMK Brahari), Boyke N. (Divisi Kerjasama Edukasi4ID), dan Vivian Wijaya (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 ā untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.