Era transformasi ke dunia digital itu memerlukan etika. Hoaks menjadi dampak ketika tidak adanya etika digital. Hoaks saat ini mudah sekali disebarkan melalu media sosial atau aplikasi percakapan online.
“Saat ini dengan mudahnya orang menyebarkan informasi yang belum tentu benar tanpa di cek terlebih dahulu,” tutur Ari B. Wibowo sebagai Kepala Bidang Kemitraan Siberkreasi, saat menjadi pembicara dalam Webinar Literasi Digital di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (20/8/2021).
Ia mengatakan, di era pandemi seperti sekarang ada infodemi. Infodemi ini merupakan gabungan dari kata informasi dan epidemi yang mengacu pada penyebaran yang cepat dan jauh dari informasi akurat dan tidak akurat tentang sesuatu, seperti penyakit.
Ia juga menyampaikan dengan mengutip UNESCO saat ini pandemi Covid-19 bukan hanya soal penyakit, tetapi juga penyebaran disinformasi pandemi (disinfodemi). Ini cukup berdampak pada kehidupan banyak orang dan mengakibatkan keresahan.
Dampak lainnya terkait infodemi tentu memicu kepanikan dan mengancam keselamatan diri, keluarga, serta lingkungan sekitar. Pada masa pandemi saja, setiap harinya orang rata-rata mendapat 3-5 hoaks baru tentang Covid-19 dan menyebar dengan cepat tanpa adanya konfirmasi.
Media sosial menjadi platform utama dalam penyebaran hoaks. Hal ini terjadi karena banyak orang yang menjadikan media sosial ini sebagai sumber infomasi tanpa mengeceknya terlebih dahulu. Selain itu juga, didasari pada lamanya durasi penggunaan media sosial dibandingkan aplikasi lainnya.
Ari menjelaskan, saat ini kita berada pada era pasca-kebenaran, yang menjadikan banyak orang lebih percaya informasi dari media sosial. Dengan demikian, penting untuk kita mengetahui cara mendeteksi hoaks.
“Biasanya hoaks menggunakan kata yang janggal dan cenderung provokatif, bahasa sensasional yang menggiring opini publik, judul dan isi kebanyakan tidak nyambung, serta kalimat sugestif seperti viralkan,” jelasnya.
Berdasarkan ciri tersebut, ketika kita menemukan hoaks dapat langsung mengeceknya di beberapa website seperti cekfakta.com dan turnbackhox.id atau melaporkannya. Selain itu, kita dapat mencari informasi serupa dengan mesin pencarian. Saring sebelum menyebarkan. Apabila itu fakta dan berupa hal baik baru disebarkan ke orang lain. Hanya menyebarkan pesan atau informasi positif kepada orang lain juga merupakan bentuk menghargai orang lain tersebut di era digital agar tidak membuang waktu dan kuotanya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (20/8/2021) juga menghadirkan pembicara Lim Sau Liang (Owner Madame Lim), Andro Hartanto (Co-Founder IOJIN), Geri Sugiran AS (Dewan Pembina RTIK Jabar), dan Winda Ribka sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.