Saling menghargai dan toleransi menjadi salah satu kunci mempertahankan persatuan dan kesatuan negara. Menurut Stelita Marsha, Tenaga Ahli Kemendikbudristek, kita dapat melihat contoh nyata pada kondisi Afghanistan yang kacau dan selama 40 tahun lebih melakukan perang saudara. Padahal di Afghanistan hanya ada 7 suku bangsa. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
“Afghanistan dengan 7 suku bangsa dibandingkan dengan Indonesia terdapat 1.300 suku bangsa. Selain itu, negara kita juga memiliki ratusan bahasa, ribuan pulau, dan kekayaan lainnya. Akan tetapi, kondisi Indonesia aman damai,” ujar Marsha dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (8/9/2021) pagi.
Namun, perlu diwaspadai dalam kurun waktu 13 tahun terakhir, pendukung Pancasila menurun. Menurut data Lingkar Survei Indonesia, pendukung Pancasila menurun 10% atau hampir 30 juta orang. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian agar nasib kita tidak seperti Afghanistan.
Marsha menyampaikan, pada pidato tahunan Presiden Joko Widodo tanggal 16 Agustus lalu, Indonesia dinyatakan telah memiliki bonus demografi dan nantinya akan memuncak. Dengan bonus demografi ini, jumlah masyarakat dengan usia produktif jauh lebih banyak. Kita pun harus siap menghadapi disrupsi teknologi dengan mengamalkan nilai Pancasila dan menjaga budaya bangsa.
Hidup di era berkembangnya teknologi membuat kehidupan sosial tidak bisa dipisahkan antara dunia nyata dan maya. Dapat dibuktikan dengan tingginya pengguna aktif media sosial, yakni sebesar 170 juta jiwa. Kemudian, para pengguna aktif ini banyak melakukan aktivitas di antaranya menonton video, mendengarkan musik, vlog, podcast, dan sebagainya.
“Tingginya aktivitas dunia maya ternyata membuat kasus-kasus ujaran kebencian banyak terjadi. Salah satunya kasus video viral seorang dosen bernama Desak Made saat membawakan materi perkuliahan yang mengandung ujaran kebencian. Hal ini menyinggung masyarakat Hindu Bali,” papar Marsha.
Marsha menjelaskan, contoh kasus ini menggambarkan pentingnya penerapan nilai Pancasila dalam kehidupan berdigital. Ia juga menyampaikan, meski telah menyinggung masyarakat Hindu di Bali, pada akhirnya penyelesaian masalah tetap menerapkan nilai-nilai Pancasila, yaitu musyawarah mufakat.
Penyebaran konten positif yang mengamalkan nilai-nulai Pancasila menjadi suatu aktivitas yang penting untuk dilakukan. Mayoritas orang perlu 3-5 kali agar bisa menerima informasi yang sama untuk bisa percaya pada suatu pesan. Begitu juga yang harus dilakukan dengan penyebaran konten positif, yakni dilakukan secara terus menerus hingga pesan bisa tersampaikan.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (8/9/2021) juga menghadirkan pembicara Diondy Kusuma (Owner Diana Bakery), Aat Indrawati Ridwan (Psikolog Konsultan SDM), Defira Novianti Crisandy (Ketua RTIK Kota Sukabumi), dan Tanisha Zharfa sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.