Saat pandemi Covid-19 melanda semua mendadak menjadi seorang guru. Karena anak-anak yang melakukan pembelajaran jarak jauh bukan hanya sekedar pilihan tapi kewajiban yang harus dijalankan anak juga orang tuanya. Dengan pembelajaran di rumah saja banyak orang tua harus ikut terlibat atau jemput bola untuk membantu pendidikan anak-anak kita.
Para orang dewasa di sekitar anak berusia sekolah entah itu orang tua atau yang lainnya akan menjadi guru pendidik. Mereka tidak bisa sendirian tapi membutuhkan pendukung itu untuk menjadi guru.
Aaron Daniel O’Brien, guru bahasa Inggris, sekaligus seorang kreator konten pendidikan menjelaskan, tantangan belajar jarak jauh ialah mengikuti format offline ke online. Dalam pembelajaran yang ada selama ini terbiasa dengan tatap muka. Saat awal pandemi Maret 2020, keadaannya berubah sangat cepat ketika presiden mengumumkan semua harus di rumah saja.
“Saya dan guru-guru yang lain pun ikut terkaget, apa yang sudah kita lakukan selama bertahun-tahun tiba-tiba harus diubah pindah semua ke online,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/9/2021) siang.
Akhirnya banyak guru yang mengikuti sistem pelajaran lama hanya berbeda tempat offline ke online. Tapi mereka akhirnya semakin menyadari tidak bisa melakukan hal seperti ini. Karena, bagi Aaron pembelajaran jarak jauh sangat membatasi tapi sekaligus juga membebaskan. Banyak hal yang kita tidak bisa lakukan di online yang dulu kita bisa lakukan di offline. Namun ada banyak hal lain yang bisa kita lakukan, bisa eksplorasi menggali dan mencoba untuk memperkaya pembelajaran kita
Tantangan lainnya adalah kurangnya teknik pengajaran yang inovatif dan kreatif. Terlihat sebuah pola yang dikatakan monoton dan sangat linier. “Dimana murid hanya menonton video mengenai penjelasan materi, mengikuti Zoom class, lalu mengerjakan soal dari buku kemudian keesokan harinya sampai berbulan-bulan dan hingga mau 2 tahun melakukan hal yang sama seperti itu,” jelasnya.
Hasilnya adalah, Aaron pernah membuat polling melalui Instagram. Ia bertanya kepada followernya yang dominan pelajar, berapa dari kalian yang sudah merasa jenuh dengan pembelajaran jarak jauh sampai sekarang? Tidak mengherankan 80% dari murid-murid mengatakan jenuh dengan keadaan belajar seperti ini.
Murid merasa terisolasi sehingga menghambat progres pembelajaran. Ketika online, mereka banyak sekali menghadapi hal-hal yang dulu mungkin kita tidak hadapi sewaktu seusia mereka. Kalau dulu permasalahannya seputar pertemanan malas sekolah tapi kalau sekarang anak-anak sekarang terkendala masalah sinyal internet, kuota data yang habis, harus bergantian menggunakan gawai dengan kakak atau adik di rumah sementara tugas harus selesai hari ini.
Tidak semua anak memiliki gawai sendiri, sehingga untuk bisa belajar secara online harus berbagi dengan kakak atau adiknya. Dan ini semua terjadi saat mereka harus berkumpul di rumah dengan ketakutan dan kecemasan akan keadaan sekitar.
Dampaknya, anak-anak menjadi cepat bosan saat belajar. Sekarang juga saatnya anak mulai di beberapa daerah melakukan pembelajaran tatap muka secara terbatas. Tentu ini menjadi sebuah tantangan baru lagi bagi anak didik untuk mengatur bagaimana mereka belajar di rumah dan juga di sekolah dengan waktu singkat.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/9/2021) siang juga menghadirkan pembicara Aristyo Hadikusuma (Director of Otomasi Inovasi Indonesia), Leili Kurnia (Wakil Direktur Pelaksana LP3I), Yuli Setiyowati (Mafindo), dan Clarissa Purba sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.