Dunia maya bisa memperpendek jarak dan waktu dalam berkomunikasi antar pengguna. Sebaliknya, banyak oknum-oknum yang memanfaatkan dunia maya untuk kejahatan, mulai dari penipuan, eksploitasi anak, perundungan, hingga ujaran kebencian. Demikian, pemanfaatan dunia maya ini harus berlandaskan etika.
Etika tradisional merupakan etika yang biasanya kita terapkan di dunia nyata, menyangkut tata cara lama, kebiasaan, dan budaya yang mencerminkan kesepakatan bersama dari setiap kelompok masyarakat. Sementara di ruang digital, kita itu menggunakan etika kontemporer yang dipahami sebagai etika elektronik yang menyangkut tata cara, kebiasaan, dan budaya yang berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.
âPelanggaran etika kontemporer sudah banyak terjadi semenjak maraknya media sosial, teknologi. Ditemukan juga hoaks-hoaks dan ujaran kebencian yang bertebaran,â ungkap Pipit Djatma, Fundraiser Consultant & Psychosocial Activist IBU Foundation dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (3/11/2021).
Menurut Pipit, hal termudah yang bisa kita lakukan agar tidak termakan hoaks dan ujaran kebencian adalah dengan tidak buru-buru sharing informasi di media sosial. Kita harus membaca terlebih dahulu secara seksama mulai dari sumber berita hingga isinya. Jadi, kita harus antisipasi sebelum sharing. Gunakan kecerdasan emosional untuk memilah berita.
Seseorang menyebarkan ujaran kebencian didasari oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya ialah tidak bisa menerima dan menanggapi perbedaan dengan baik, tidak menyukai suatu hal di media sosial, hingga pengungkapan emosi yang tidak terkontrol. Sedangkan faktor eksternalnya karena terpengaruh lingkungan pertemanan atau komunitas.
âDengan perbedaan yang demikian beragam dan kemajuan teknologi yang semakin pesat, perkembangannya diperlukan pemahaman atas netiket atau etike berinteraksi di dunia maya,â paparnya.
Netiket ini secara sederhana diartikan sebagai sebuah etiket di jaringan dunia maya. Etiket tersebut dibawa pada saat menggunakan internet dan bergaul secara online. Pipit menyampaikan, kita semua sebagai masyarakat digital harus mengikuti aturan seperti dalam kehidupan nyata. Kita harus sadar bahwa pengguna internet berasal dari berbagai latar belakang berbeda maka dari itu harus menerapkan netiket saat berkomunikasi di ruang maya. Seharusnya kita bisa memanfaatkan internet untuk mengembangkan diri dengan ilmu-ilmu baru, bukan menyebarkan hal negatif seperti ujaran kebencian.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (3/11/2021) juga menghadirkan pembicara, Maria Natasya Prasistri (Internal Communication Strategic Planner CIMB Niaga), Andry Hamida (Head of Creative Visual Brand Hello Monday Morning), Mardiana R L (Vice Principal in Kinderhouse Pre-School), dan Andi S. Hardiyanti (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 â untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.