Kini banyak orang sudah merasa sebagai seorang pewarta membuat media online sendiri memanfaatkan kemudahan media digital sehingga kini muncul banyak akun layaknya portal online.
Ahmad Rofahan Ketua Relawan TIK Kabupaten Cirebon di yang juga seorang wartawan ini mengatakan, masalahnyanya karena mereka tidak memiliki dasar jurnalistik, tidak paham kode etik dan sebagainya. Apa saja yang diberitakan akhirnya informasi-informasi yang diselenggarakan itu mereka tidak lebih dahulu saring kroscek atau misalkan cover both side.
Sehingga informasi yang disebarkan itu banyak sekali yang itu bukan berdasarkan fakta apalagi dengan adanya media online biayanya sangat murah bahkan gratis.
“Inilah yang terjadi, bagaimana berita-berita yang tidak terverifikasi banyak sekali tersebar di dunia dunia maya,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (12/7/2021).
Tantangan tersendiri bagi pengelola media cetak, saat ini sudah cukup merasakan dampaknya ketika ada media online. Sebab, untuk membuat media cetak yang dibutuhkan sangat besar untuk produksi untuk distribusi dan sebagainya.
Media online pun punya pesaing baru yakni media sosial. Kalau dulu masyarakat ingin memverifikasi informasi melalui media online. “Kini yang terjadi malah sebaliknya, media sosial menjadi tempat verfikasi informasi yang masih belum diketahui kebenarannya,” ujar Rofahan.
Dia juga menyebut ciri-ciri informasi hoaks yakni sesuatu yang jika benar akan sangat langka terjadi atau sangat mengejutkan. Sehingga jika dipikir kembali dengan logika tidak patut untuk dipercaya. Kemudian ciri yang terlihat lagi ialah apabila pesan tersebut mengajak pembaca untuk membagikan informasi ini.
“Bahkan membawa agama, jika disebarkan akan mendapatkan pahala,” sambungnya.
Penyebar hoaks juga menggunakan akun-akun palsu. Masyarakat dapat langsung mendeteksi akun penyebar hoaks adalah ketika foto profilnya menggunakan gambar artis atau kartun juga foto yang ada di album walaupun banyak tetapi tidak ada satupun yang menceritakan soal pemilik akun. Cek juga postingan akun tersebut, biasanya mereka akan memposting banyak konten dalam satu waktu yang singkat. Masyarakat harus mengenal akun fiktif sehingga tidak mudah percaya dengan apa yang mereka bagikan.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (12/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Oktora Irahadi (CEO Infina), Vitalia Fina Carla (Universitas ITB Bali), Mira Sahid (Pendiri Komunitas Emak Blogger) dan Indi Arisa sebagai Key Opinion Leader.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (12/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Oktora Irahadi (CEO Infina), Vitalia Fina Carla (Universitas ITB Bali), Mira Sahid (Pendiri Komunitas Emak Blogger) dan Indi Arisa (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.