Data Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) 2019 menyebut media sosial sebagai tempat paling masif dalam penyebaran hoaks. Mengapa seperti itu?
Ari Budi Wibowo, divisi partner Siberkreasi mengatakan, masyarakat mencari informasi yang ingin mereka tahu langsung dari media sosial. Bukan lagi media mainstream atau media massa namun dari Facebook, Instagram, Twitter, dan sebagainya.
“Masyarakat menganggap media sosial menjadi nomor satu sangat cepat dibanding dengan media massa. Bahkan masyarakat sudah jarang menggunakan search engine untuk mencari informasi,” ujarnya saat menjadi pembicara Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Garut, Jawa Barat Rabu (8/6/2021).
Dia menambahkan, padahal di media sosial informasi yang dibuat oleh siapa saja sehingga tidak dapat dipastikan kebenaranny. Berbeda dengan informasi yang disampaikan jurnalis media mainstream. Bahkan situs website pemerintah pun masih kalah jauh dipilih. Alasan lain mengapa media sosial menjadi terpercaya bagi sebagian kalangan, sebab media sosial sudah seakan menjadi bagian dari kehidupan mereka.
“Sepanjang hari buka media sosial, bangun tidur cek WhatsApp, persiapan ke kantor buka Instagram, di kantor pesan kopi secara online. Penelitian menyebutkan 3 jam 14 menit hanya mengakses media sosial kalau mengakses internet itu kurang lebih 7 jam dalam sehari,” ungkapnya.
Boleh saja mencari informasi atau berita di media sosial namun tetap menegakkan prinsip literasi digital untuk tidak langsung percaya dan mencari tahu kebenaran. Selain itu, bermedia sosial pun harus selalu waspada karena banyak kejahatan digital yang mengancam.
Erick Gafar dari ICT Watch menjelaskan, kewaspadaan pertama ialah bagaimana pengguna mampu menjaga privasi mereka. Tempat tinggal, sekolah anak hingga data diri lengkap sebaiknya tidak terlalu bebas diumbar ke publik.
Anak-anak menjadi yang paling rentan menjadi korban kejahatan di dunia maya. Misalnya bullying hingga pornografi maka, hendaknya orang tua tidak memberikan gawai kepada anak secara bebas.
Orang tua dapat meminjamkan gawai dan bersama-sama mengenal internet tidak lupa untuk mulai membuat aturan soal waktu hingga konten apa saja yang boleh dilihat. Orang tua juga dapat menggunakanĀ aplikasi parental control untuk komputer di rumah, pengguna android juga ada Family Link. Sehingga orang tua dapat melihat apa yang dilakukan dan ditemukan anak ketika sedang berselancar di dunia Maya.
Terakhir, Erick mengajak orang tua untuk ikut menciptakan lingkungan digital yang sehat terutama yang dekat dengan anak dengan melaporkan konten negatif. Seluruh platform sudah menyediakan fitur untuk melaporkan konten, Kominfo dan ICT pun membuka layanan pengaduan konten negatif.
Webinar Literasi Digital Nasional 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital wilayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi, ini juga menghadirkan pembicara lain seperti Denden Sofiudin (entrepreneur digital), Ariyo Zidni (pedongeng) dan Indi Arista (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 ā untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia Kegiatan ini diprakarsai Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemkominfo RI) bersama Sinerkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.