Jejak digital kita menceritakan siapa diri kita. Apa yang kita lakukan di media sosial menentukan citra kita di mata publik. Setiap orang memiliki nilai dan citra yang berbeda untuk ditampilkan di publik.
“Postingan kita di media sosial adalah kebiasaan sehari-hari yang didigitalkan. Makanya, harus sama antara dunia digital dan dunia nyata. Jangan sampai, apa yang terjadi sama kehidupan kita sehari-hari enggak sama dengan apa yang kita posting ke media sosial. Karena itu adalah penipuan publik,” tutur Litani B Wattimena, Brand & Communication Strategist, dalam Webinar di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Selasa (6/7/2021).
Media sosial sendiri merupakan sarana untuk menyampaikan pesan kepada lingkungan sosial kita. Ketika kita menulis di media soisal, maka akan menjadi konsumsi publik. Karena media sosial adalah ruang publik, maka ada aturan dan etika di dalamnya.
Metode 3H yang dipaparkan oleh Litani ditujukan untuk menjaga etika di media sosial. Metode 3H tersebut meliputi Head, Heart, dan Hand. Sebelum memposting di media sosial, dalam kepala kita harus memperhitungkan hal-hal, seperti memperhatikan mood, memahami peran media sosial bagi kita, mempertimbangkan kembali untung dan rugi sebuah postingan, dan apakah postingan ini sesuai dengan citra diri kita.
Mempertimbangkan dengan nurani, kita dapat memposisikan diri sebagai orang lain yang membaca. Kemudian meneliti kembali apakah ada kalimat yang menyinggung orang lain. Dengan cara tersebut, pengguna dapat menurunkan tingkat kesalahan membuat kalimat dalam postingan. Terakhir, jari baru dapat mengeksekusi setelah pertimbangan sebelumnya. Urutan memposting untuk etika media sosial yaitu, memperhitungkan dengan kepala, mempertimbangkan dengan nurani, kemudian jari dapat menuliskan postingan tersebut.
“Digital culture yang sekarang kebanyakan mendahulukan tangan dulu dibandingkan kepala. Menurut mereka, apabila salah nanti ada waktunya untuk klarifikasi di media sosial. Kalau kita dalam keadaan marah lalu posting begitu saja mengenai seseorang atau sesuatu tanpa dipikir terlebih dahulu dapat mencemarkan nama baik orang lain atau brand lain,” jelasnya.
Hal-hal yang tidak boleh diposting ke media sosial untuk menjaga etika di antaranya, screen shoot percakapan dengan orang lain tanpa persetujuan. Penggunaan huruf kapital dan tanda baca yang berlebihan, dapat menandakan bahwa kita sedang marah. Menyebarkan berita yang tidak pasti kebenarannya. Mencemarkan nama baik orang lain atau perusahaan. Kemudian membagikan data atau informasi pribadi ke publik.
Orang yang melihat postingan kita tidak semuanya memiliki pandangan yang sama. Satu postingan dapat dilihat dan maksud yang ditangkap berbeda-beda tergantung persepsi masinh-masing orang. Karena kita tidak bisa mengendalikan pemikiran orang lain. Penggunaan bahasa dan etika yang benar, dapat meminimalisir persepsi orang yang bermacam-macam.
Sebagai pengguna media sosial, kita harus menentukan nilai dan citra diri yang ingin diangkat ke publik. Lalu, melihat kembali postingan di media sosial dalam satu tahun terakhir apakah sesuai atau tidak dengan citra diri yang ingin dibentuk.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Selasa (6/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Ni Luh Putu Ning Septyarini (RTIK Bali dan Dosen STMIK Primakara), Bahruddin (Tim Komunikasi Publik RTIK Indonesia), Lisa Adhrianti (Japelidi), dan Yohana Djong sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.