Berita hoaks bermunculan apalagi dengan meningkatny pengguna media sosial dan wabah pandemi covid, konten dan jenis hoaks yang beredar beradaptasi dengan situasi dan kondisi. Jenis hoaks pun berkembang seiring bertambahnya jumlah pengguna digital berkembang sesuai situasi dan isu sosial politik serta tujuan manfaat hoaks bagi oknum tertentu.
“Karena itu sangat penting bagi kita memahami esensi hoaks, cirinya, jenisnya, dan cara melawannya dalam dunia digital,” kata Muhammad Satria, Direktur Karang Taruna Institute Jawa Barat, saat webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat I, Kamis (12/8/2021).
Hoaks sendiri biasa digunakan sebagai alat propaganda dan cara kerjanya mampu memengaruhi pikiran manusia secara masal dalam waktu singkat dan biaya murah serta sulit dilacak. Berbagai jenis hoaks patut diwaspadai, misalnya hoaks mengenai virus yang biasa dikembangkan para hacker. Lalu hoaks mengenai kirim pesan berantai yang biasanya dikirim melalui pesan Whatsapp, hoaks berupa undian berhadiah, hingga hoaks mengenai pencemaran nama baik.
Masyarakat perlu mengenali ciri-ciri hoaks, seperti memiliki judul yang propokatif, berisi pesan yang sifatnya tendensius, mengarah kepada kebencian atau permusuhan, isi berita biasanya tidak berimbang dan tidak mencantumkan sumber informasi, disebarkan juga melalui pesan whatsapp biasanya menggunakan huruf-huruf kapital dan tanda seru, hoaks juga berisikan opini seseorang dan bukan fakta, serta domain atau alamat situs tidak benar.
Namun di Indonesia sudah ada perlindungan hukum mengenai hoaks, yaitu ancaman hukuman UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Saat ini masyarakat pun sudah dapat memberikan laporan mengenai aduan hoaks dengan cara lapor ke aduankonten@mail.kominfo.go.id atau sms/whatsapp ke 08119224545.
Webinar Literasi Digital di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat I, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hadir pula nara sumber seperti Dino Hamid, Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia, Irma Nawangwulan, Dosen IULI, dan Sophie Beatrix, seorang Psikolog Praktisi dalam bidang Pendidikan dan Industri.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.