Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melakukan peninjauan lapangan penerapan protokol kesehatan di sejumlah lokasi wisata di Provinsi DKI Jakarta dan sekitar Bandung, Jawa Barat. Para pelaku usaha kemudian didorong untuk menerapkan protokol kesehatan dengan ketat agar dapat menjalankan kegiatan wisata dengan baik dan produktif namun tetap aman dari COVID-19.
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf/Baparekraf R. Kurleni Ukar dalam keterangannya, Senin (29/6/2020) mengatakan, protokol kesehatan di usaha pariwisata sebagaimana diatur dalam KMK Nomor HK.01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) mutlak diikuti oleh seluruh pemangku kepentingan, baik wisatawan, pelaku usaha maupun pekerjanya. Sehingga perlu dilakukan pengawasan serta evaluasi secara ketat.
Bersama Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Kemenparekraf/Baparekraf selama sepekan kemarin melakukan peninjauan lapangan penerapan protokol kesehatan di sejumlah lokasi wisata Provinsi DKI Jakarta dan sekitar Bandung, Jawa Barat.
“Dari hasil pemantauan di lapangan, para pengelola tempat wisata sudah menerapkan protokol kesehatan dengan cukup baik, namun kedisiplinan pengunjung dalam mengikuti protokol masih harus ditingkatkan,” kata Kurleni Ukar.
Prosedur standar seperti pengukuran suhu tubuh, penyediaan tempat cuci tangan/hand sanitizer di berbagai tempat, penggunaan masker dan pembersihan dengan disinfektan secara berkala telah dilakukan. Imbauan terkait protokol kesehatan dan COVID-19v sudah ditempatkan di beberapa titik dan disosialisasikan secara berkala melalui pengeras suara di lapangan. Arus masuk dan keluar, jam berkunjung serta jumlah pengunjung juga diatur agar tidak terjadi penumpukan di lokasi wisata.
Khusus Provinsi Jawa Barat, kapasitas pengunjung dibatasi maksimal 30 hingga 50 persen. Karyawan yang bertugas juga dipastikan sehat dan dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti pelindung wajah, masker, dan sarung tangan.
Sistem penjualan tiket secara daring dan sistem pembayaran cashless juga sudah tersedia. Namun tidak semua wisatawan siap dengan hal tersebut, sehingga upaya sosialisasi untuk adaptasi dengan kebiasaan ini akan terus dilakukan ke depan.
“Kami juga menyampaikan beberapa saran perbaikan kepada para pengelola lokasi. Sosialisasi, pengawasan serta evaluasi perlu terus dijalankan,” kata Kurleni Ukar.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan kesiapan daerah, pelaku industri, maupun masyarakat masing-masing daerah sangat penting dalam melaksanakan protokol kesehatan agar dapat membawa kebaikan bagi masyarakat sekitar.
“Jangan sampai dalam pelaksanaan nanti malah terjadi peningkatan kasus baru. Karena memperbaiki protokol bisa dalam waktu satu atau dua hari, tetapi mengembalikan rasa percaya wisatawan itu butuh waktu lama,” kata Wishnutama.
Kemenparekraf/Baparekraf juga telah menyusun protokol Cleanliness, Health and Safety (CHS) antara lain dalam bentuk video edukasi dan handbook yang ditujukan kepada para pelaku usaha parekraf. Diharapkan pemerintah daerah dapat terus mengawasi dan mengevaluasi penerapannya.
“Pariwisata merupakan bisnis yang sangat bergantung pada kepercayaan wisatawan domestik maupun internasional. Memperbaiki protokol bisa dilakukan dengan cepat, namun membangun kepercayaan kembali membutuhkan waktu yang lama. Oleh karenanya dibutuhkan pengawasan yang ketat dalam penerapan protokol kesehatan tersebut.” kata Wishnutama.