Jejak digital kita sebagai wajah kita di dunia maya, istilah mulutmu harimaumu kini sudah bermetamorfosa menjadi jarimu harimaumu, demikian yang disampaikan pegiat literasi Sri Nurbaeti.
Jejak atau reputasi online diperlukan guna membangun karier dan dapat menjadi jembatan untuk kesuksesan di masa depan. Karena apa yang ada di media sosial kita dapat menjadi semacam CV kedua kita di mata perusahaan. Reputasi online ini juga memberikan pekerjaan dan kehilangan kesempatan kerja. Sejalan dengan riset yang dilakukan oleh You Gov dan dipublikasikan di situs World Economic Forum penyedia pekerjaan saat ini melakukan riset hingga ke akun pribadi para pelanggarnya untuk melihat mutu pribadi mereka.
Menurut hasil riset career building tahun 2017 silam hampir 70 persen perusahaan di Amerika Serikat menggunakan media sosial untuk melirik profil mencari kerja. Jadi para rekruter ini memperhatikan pola hidup serta kepribadian kandidat berdasarkan aktivitas di media sosial.
“Maka kita generasi muda jangan sampai hanya karena merasa masih muda, masih bebas untuk berekspresi. Merasa labil masih mencari jati diri sehingga kita dapat memaklumi diri kita untuk membuat reputasi jelek. Kita di media sosial harus bijak dalam menggunakan media sosial jangan sampai cuitan kita postingan kita unggahan kita bahkan komentar kita di akun orang lain menghancurkan masa depan kita,” jelasnya saat webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (1/9/2021) pagi.
Di Amerika Serikat ada contoh jejak digital yang ramai di jagat Twitter, seorang gadis gagal magang di badan antariksa milik Amerika Serikat atau NASA karena berkomentar kasar di Twitter. Singkat cerita NASA menarik kesempatan magang gadis tersebut setelah banyak warganet yang menangkap layar kata-kata kasarnya dan menyebarkannya di media sosial dengan hashtag NASA. Netizen rupanya geram dengan tingkah gadis ini dan tidak berharap NASA memperkerjakan dia.
Kalau di Indonesia juga ada contoh bagaimana reputasi online itu penting untuk masa depan bukan hanya untuk 1-2 tahun mendatang. Ada seorang calon pegawai BUMN yang gagal pada tes terakhir hanya karena sebuah postingan kasar yang dilakukannya. Ternyata postingan itu sudah terjadi atau dilakukannya 9 tahun silam dengan itu kita bisa tahu bahwa sebegitu intens nya dan telitinya para perekrut pekerja ini untuk melihat sisi lain dari calon karyawannya.
“BUMN tersebut juga tidak ingin mengambil risiko kalau suatu hari nanti jika dia mengetahui rahasia perusahaan. Dia bisa saja bebas membuat postingan di media sosial bahkan menurut sang pencari pekerja itu ada di Facebook dia yang sudah lama tidak diakses. Namun tetap saja unggahan kasar yang sudah lama itu masih tersimpan di Facebook sampai kapanpun,” kisahnya.
Jadi, apa yang kita posting ke media sosial itu pasti ada konsekuensinya sekalipun kita nanti menghapusnya. Bisa jadi ada orang yang sudah mengambil tangkapan layar dari apa yang sudah di-posting. Artinya apapun yang sudah kita post di dunia digital menjadi milik umum sehingga perlu kita perhatikan jangan sampai membuat kita merana di kemudian hari.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (1/9/2021) juga menghadirkan pembicara Pipit Andriani (public speaking coach), Aidil Wicaksono (entrepreneur, podcaster), Septiaji Eka Nugroho (Ketua Presidium Mafindo), dan Tanisha zharfa sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.