Kilas balik pada sekitaran tahun 1990-an kawasan wisata Tete Batu yang kini dikenal dengan nama Desa Wisata Tete Batu, ternyata sudah menjadi kawasan wisata yang populer di kalangan wisatawan domestik maupun mancanegara. Tete Batu mudah saja menarik perhatian karena keindahan alamnya yang selalu mampu membuat kagum.
Tete Batu yang terus mendulang kepopuleran inipun tentu berimbas juga pada berbagai industri pariwisata yang mendukungnya seperti homestay/penginapan, souvenir industri rumahan dan bahkan transportasi.
Salah satu yang mencuat namanya adalah sebuah penginapan bernama Wisma dr. Soedjono yang memang berlokasi tepat di Tete Batu dan merupakan wisma peninggalan seorang tokoh nasional yang punya peran strategis dalam mengentaskan wabah penyakit kolera di Lombok Timur yakni, dr. Soedjono.
“Wisma dr Soedjono di Tete Batu ini dibangun oleh dokter pertama yang ada di Lombok Timur, yakni bapak mertua saya, dr. Soedjono,” ujar Hj. Surdini Soeweno yang merupakan istri dari Raden Soeweno, anak dari dr Soedjono.
Konon, bangunan wisma berarsitektur Eropa itu awalnya ditempati dr. Soedjono bersama istrinya. Namun sepeninggal beliau, rumah ini belakangan ditempati oleh anak pertamanya dr. Soedjono yakni Raden Soeweno.
Kendati Soedjono telah tiada, pasca wafatnya masih banyak kerabatnya yang ingin berkunjung ke wisma tersebut. Mereka pun datang dan menginap di rumah itu sekaligus mengenang kembali masa-masa bersama yang dilewati dengan sang dokter.
Nah, keturunan dr. Soedjono yang sadar dengan banyaknya orang yang datang lalu pada tahun sekitar tahun 1970-an membangun sejumlah kamar penginapan di sekitar pesanggrahan sang dokter. Upaya pengembangan kemudian kembali dilakukan sekitar tahun 1980-an.
Kesaksian Hj. Surdini Soeweno
Menurut Hj. Surdini Soeweno yang juga sempat menjabat sebagai Kepala Desa Tete Batu ini, sejarah keberadaan Wisma dr. Soedjono ini sudah sama tuanya dengan keberadaan pemerintah Kabupaten Lombok Timur, bahkan mungkin sejak sebelum itu, yakni pada saat Indonesia masih dijajah pemerintah Kolonial Belanda.
“Cerita singkatnya, pada saat dr. Soedjono bertugas di Kabupaten Lombok Timur, dia membangun sebuah rumah yang berada di kawasan Tete Batu ini sebagai tempat peristirahatan bersama teman-teman dan para tamu dari luar negeri. Rumah yang dibangun di kawasan obyek wisata ini tidak begitu luas, hanya memiliki empat unit kamar, satu ruang tamu, lobby, dan satu ruang makan,” tutur Hj. Surdini.
Karena itu, ketika kita memasuki bangunan bersejarah yang sekarang telah beralihfungsi menjadi Wisma dr. Soedjono ini, mata kita langsung akan dibawa mengenang ke masa lalu, yaitu pada zaman Belanda. Bagaimana tidak, nyaris seluruh hiasan kamar yang ada dirumah ini, baik foto-foto yang rata-rata berwarna hitam putih, dan benda-benda lainnya adalah peninggalan masa lalu sang tuan rumah.
“Keberadaan dr. Soedjono di Tete Batu tak hanya sekedar untuk urusan kesehatan saja, karena semasa hidupnya dr. Soedjono juga sering menunjukkan kepeduliannya kepada pendidikan, seni dan budaya di Tete Batu ini. Beliau bahkan pernah suatu saat memberikan alat musik gamelan kepada beberapa sanggar seni agar kesenian Tete Batu tetap terjaga sekaligus memberikan aktivitas positif kepada anak muda di sini,” terang Hj. Surdini.
Setelah pendiri Wisma dr. Soedjono meninggal dunia, putranya yang bernama Raden Soeweno datang kembali ke Lombok bersama istrinya, Hj. Surdini Soeweno, yang kemudian melanjutkan serta mewarisi untuk merintis kembali usaha penginapan di Tete Batu.
Profil Wisma dr. Soedjono
Berdasarkan pernyataan dari Hj. Surdini, saat ini jumlah kamar yang ada di Wisma dr. Soedjono ada sebanyak 30 kamar, dengan harga masing-masing kamar berkisar antara Rp150 ribu hingga Rp250 ribu, tergantung pada fasilitas dan luas dari kamar itu sendiri.
Dan jika bicara fasilitas, bahkan Wisma dr. Soedjono ini tak kalah dibanding penginapan modern, karena ternyata juga memiliki kolam renang yang cukup besar dan biasanya digunakan oleh para tamu yang menginap.
Namun bencana gempa bumi yang sempat melanda Lombok pada tahun 2018 lalu ternyata berdampak negatif terhadap bisnis penginapan Wisma dr. Soedjono ini karena ada beberapa bangunan yang rusak sebagai imbas dari goncangan gempa dan hingga saat ini dikarenakan kondisi pandemi yang masih berlarut-larut serta proses perbaikan yang belum berjalan maka Wisma dr. Soedjono belum dibuka lagi untuk masyarakat umum menginap.
“Karena kondisi bangunan yang rusak akrena gempa, ditambah lagi pandemi Covid-19 ini, Wisma dr. Seodjono sementara tutup dulu untuk umum. Sambil anak saya juga sedang mempersiapkan proyek positif untuk Wisma ini nantinya. jadi, sementara kita hanya terbuka untuk menyambut tamu yang ingin melihat wisma dari dekat serta usaha Cafe yang kami jalankan,” ungkap Hj. Surdini.
Semoga kondisi segera membaik dan Wisma dr. Soedjono sebagai landmark pariwisata di Desa Wisata Tete Batu segera mendapatkan perhatian yang selayaknya dari pemerintah daerah sehingga kondisinya bisa pulih kembali, sekaligus bisa berfungsi lagi sebagai penginapan bersejarah yang harus diakui juga menjadi magnet pariwisata di Tete Batu.