Perpindahan interaksi sosial ke ruang digital, tak serta merta menghilangkan kepatutan dalam menerapkan norma dan etika saat berkomunikasi dengan individu maupun kelompok masyarakat. Etika berkomunikasi tetap diperlukan untuk interaksi di ruang digital yang mengatur sistem legal dan moral sebagaimana hal tersebut memengaruhi individu dan masyarakat.
“Secara langsung kehidupan digital sudah jauh lebih akrab dengan kita. Tidak terlalu banyak perbedaan etika di dalam dunia nyata dan di dalam dunia digital,” kata Nikita Dompas, Producer & Music Director yang menjadi nara sumber di webinar Literasi Digital wilayah Kota Depok, Jawa Barat I, pada Selasa, (7/9/2021).
Survei Microsoft Digital Civility Index 2021 yang dipublikasikan pada Februari lalu mengungkapkan bahwa warganet Indonesia paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Meningkatnya skor ketidaksopanan pada orang dewasa di Indonesia utamanya dipicu oleh peningkatan hoaks dan penipuan. Dari survei tersebut, terdapat kecenderungan orang dewasa yang berperilaku buruk di internet, penyebabnya berkaitan dengan rendahnya tingkat literasi.
Adapun Lembaga analisis Katadata Insight Center (KIC) dalam survei di tahun 2020 bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mengungkapkan bahwa Gen X (usia 40-55) secara umum memiliki literasi digital yang lebih buruk dari kelompok remaja dan milenial muda. Hal tersebut kemudian diperparah ketika mereka menggunakan media sosial percakapan terutama Whatsapp untuk menyebarkan berita dan informasi.
Sementara itu pakar media sosial Ismail Fahmi, mengatakan penyebab orang Indonesia lebih berani di media sosial yakni karena dunia maya dan nyata masih dianggap dua hal yang berbeda. Kebanyakan orang Indonesia merasa sungkan ketika bertatap muka secar langsung, termasuk sungkan menyatakan pendapat. Akan tetapi di media sosial jika ada sesuatu yang memunculkan rasa ketidaksetujuan mereka lebih bebas mengutarakan. Padahal begitu sedang online seperti halnya di dunia nyata, setiap orang tetap harus saling menghormati saat berinteraksi tak jauh bedanya di dunia nyata.
Webinar Literasi Digital untuk wilayah Kota Depok, Jawa Barat I, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi. Di webinar kali ini hadir pula nara sumber lainnya yaitu Pringgo Aryo, seorang Producer & Komposer Music, Sophie Beatrix, seorang Prikolog Praktisi dan Ana Agustin, Managing Partner di Indonesia Global Lawfirm.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.