Manusia merupakan makhluk sosial yang dapat hidup bermasyarakat. Sebagai salah satu makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi, yaitu jenis tindakan yang terjadi ketika dua orang saling mempengaruhi satu sama lain.
“Interaksi sosial tetap diperlukan dalam era digital. Akan tetapi, harus hati-hati karena interaksi sosialnya dapat berubah. Perubahan interaksi sosial era digital dapat berdampak negatif bagi pengguna internet,” kata Yusep Rafiqi, Ketua Prodi Ekonomi Studi Ekonomi Syariah Univesitas Siliwangi Tasikmalaya, sekaligus pembicara dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (5/8/2021).
Sementara, kolaborasi adalah bentuk kerjasama, interaksi, kompromi antara beberapa individu, lembaga, dan pihak yang terlihat yang menerima akibat dan manfaat kolaborasi. Kolaborasi ini masuk ke dalam interaksi sosial asosiatif. Faktor terjadinya karena kesamaan asal atau bahasa, agama, hubungan keluarga, kesamaan kepentingan, domisili, pendidikan, hubungan kerja sama, faktor ekonomi, dan sosial.
Ia menjelaskan, lawan dari interaksi asosisiatif ialah interaksi disosisatif, yang mengarah ke dampak negatif. Faktornya didasari menurunnya tingkat kerukunan, perbedaan pendapat, keegoisan seseorang dalam sebuah kelompok, kurangnya kedisplinan, dan lunturnya nilai dan norma.
Yusep mengatakan, pentingnya kolaborasi era digital mampu meningkatkan efisiensi, mendapatkan ide-ide baru, sebagai pengalaman belajar, kemudahan dalam berkomunikasi, membagikan beban kerja, mendapatkan jaringan atau networking. Oleh karena itu, Yusep mengingatkan setelah adanya interaksi sosial maka tingkatkan kolaborasi di ruang digital.
Sebagai sesuatu yang luas dan tanpa batas, dunia maya memiliki jutaan penggunan dengan latar budaya dan kebiasaan berbeda. Karenanya, penting untuk menerapkan etika digital agar dalam berinteraksi dan berkolaborasi, seseorang atau individu pengguna internet selalu bertindak secara etis dan tidak melewati batas wajar. Etika berinternet merupakan etika berkomunikasi menggunakan internet dan media sosial.
“Dalam pelanggaran etika digital, sanksi yang diterima adalah sanksi sosial dalam dunia internet atau media sosial. Bisa berupa teguran atau dikucilkan di masyarakat. Bisa dikucilkan dalam kehiduan berkomunikasi di internet,” jelasnya.
Untuk tetap menjaga interaksi dan kolaborasi di dunia digital agar sesuai dengan etika digital, caranya dilakukan dengan:
- Menggunakan bahasa populer dan sopan pada suatu komunitas
- Menghargai pengguna lain saat memberikan pendapar
- Selalu berpikir sebelum bertindak di media sosiao
- Membuat postingan atau konten yang menarik dan tidak oversharing.
Adanya interaksi dan kolaborasi secara digital bukan semata-mata kita mengandalkan di sini saja. Akan tetapi, kita tetap perlu berinteraksi dengan orang lain di dunia nyata secara langsung.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (5/8/2021) juga menghadirkan pembicara, Klemens Rahardja (Founder The Entrepreneurs Society), Irma Nawangwulan (Dosen International University Liasson indonesia), Rino (Kaprodi Teknik Informatika Universitas Buddhi Dharma), dan Made Nandhika.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.