Etika di dunia digital merupakan hal-hal yang harus dipahami bersama, harus dikedepankan sebelum peningkatan kompetensi-kompetensi lainnya. Etika menyangkut perilaku yakni tindakan, tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan individu, kelompok atau lingkungan sekitarnya baik yang bersifat terbuka maupun tertutup. Ada yang mengartikan perilaku juga merupakan respon spontan terhadap rangsangan yang diperolehnya dari lingkungan sehingga responnya itu dapat positif atau negatif.
Suhendi, dosen dan seorang penulis buku menjelaskan, etika juga mengenai norma sosial. Kita sudah paham norma sosial itu aturan-aturan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat sebagai panduan tatanan dan pengendalian tingkah laku yang sesuai. Kita sering mendengar peribahasa di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Jadi ketika kita memasuki sebuah masyarakat, sebuah komunitas maka aturan kemudian tatanan juga tingkah laku yang ditetapkan memang kita harus ikuti.
“Kaitanya juga dengan norma sosial, hal pertama yang harus kita pelajari, kita pahami dan harus kita ikuti. Etika itu sesuai dengan norma sosial yang ada di masyarakat. Jadi ketika harus berdasarkan norma sosial yang ada di masyarakat tentu ada perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Berbicara etika, maka yang berlaku adalah norma sosial yang ada di masyarakat di mana kita tinggal, jika di Indonesia maka kalau maka norma sosial yang berlaku adalah norma sosial yang ada di masyarakat Indonesia,” ungkapnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (03/12/2021) pagi.
Etika juga mengenai baik buruk atau pantas tidak pantas baik dan buruk berujung pada dampak dan manfaat yang dirasakan, namun tidak subjektif karena bisa merujuk pada kaidah tertentu misalnya agama dan norma masyarakat. Sedangkan pantas tidaknya menuju ke arah kebaikan atau keburukan yang langsung berdasarkan yang terkait dengan interaksi sosial baik langsung maupun tidak.
Jadi, perbedaan etika dengan etiket itu kalau etiket adalah berbicara sopan santun. Kemudian, jika berbicara perilaku benar salah itu memang harus berlandaskan pada hukum atau aturan yang berlaku berbeda dengan norma sosial adalah hanya berlandaskan kepada norma sosial yang berlaku di masyarakat itu
Tetapi perilaku benar salah maka rujukan utamanya adalah hukum yang berlaku, aturan yang berlaku makanya jika seseorang salah akan ada hukuman. Etika itu harus betul-betul sesuai hukum atau aturan yang berlaku.
Saat berinteraksi di internet wajib kita pahami adalah jenis dari interaksi itu sendiri yang dikelompokkan menjadi dua yakni one-to-one communication. Itu adalah komunikasi yang dilakukan antara individu dengan individu lainnyadan ada juga one-to-many communication jadi kita berkomunikasi dengan banyak orang. Misalnya kita sedang live di Instagram, lalu banyak yang mengakses atau melihat berarti kita sedang melakukan komunikasi one-to-many communication.
“Termasuk kita sedang meng-update status seolah mang sedang berkomunikasi sendiri padahal sebenarnya kita sedang berkomunikasi dengan banyak orang. Mereka yang berteman dengan media sosial kita dapat melihat apa yang kita sampaikan di status,” jelasnya.
Saat berkomunikasi di dunia maya, beberapa pertimbangan terkait dengan etika yang harus diperhatikan dari tuntutan etika di internet itu. Tentang apa yang kita tampilkan, konten apa yang buat lalu mengenai softwarenya seperti apa, jaringannya termasuk media komunikasi yang dipakai harus diperhatikan. Jika itu memang cukup hanya berbicara sopan santun termasuk media yang kita gunakan termasuk harus berlandaskan kepada etika. Ada panduan etika berinternet dan etika berinternet terlihat sederhana tetapi kita sering melupakan ini.
Contohnya, sampai saat ini kita masih menerima email atau pesan di media digital lainnya teks dalam huruf besar semua. Dalam komunikasi teks, jenis huruf itu juga mengkomunikasikan sesuatu. Huruf besar itu akan memberikan kesan kalau kita tengah emosi saja yang termasuk penggunaan tanda seru. Tanda baca seru itu menunjukkan komunikator memang dalam kondisi emosi. Sebagai yang menerimanya juga akan kurang begitu nyaman dengan huruf besar atau tanda baca seru. Kita memang harus pandai-pandai yang menggunakan tanda baca juga termasuk huruf besar.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/12/2021) pagi juga menghadirkan pembicara, Satria Andika (Jawara Internet Sehat Jawa Barat), Byarlina Gyamitri (Konsultan SDM), Rabindra Soewardana (Direktur Radio Oz Bali), dan Inayah Chairunissa sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.