Berpikir kreatif dan kritis ditekankan di era globalisasi saat ini terutama untuk para pendidik. Karena jika kita berbicara media 20 tahun yang akan datang kemampuan atau budaya penggunaan digital mungkin sudah di luar nalar kita, di luar kemampuan kita, sudah tidak bisa diprediksi lagi oleh kita.
Para pendidik hanya perlu mempersiapkan bagaimana anak-anak kita bagaimana siswa-siswa kita dapat menjadikan digital sebagai sebuah budaya digitalisasi atau digital sebagai sebuah dasar kehidupan mereka. Dua hal tadi kreatif dan berpikir itu sangat dibutuhkan.
Agus Nurdin, Kepala Disdikpora Kabupaten Pangandaran berharap semua pendidik mempersiapkan anak-anak kita dalam penggunaan penggunaan alat-alat digital.
“Saya ingin teman-teman guru semuanya memberikan contoh yang baik terkait dengan penggunaan media sosial. Saya berkali-kali sampaikan di setiap kesempatan. Saat bapak dan ibu guru menyampaikan sebuah berita di media sosial, pikirkan dua hal, pertama cek terlebih dahulu apakah ini benar atau tidak. Jadi jangan langsung di-share, jangan langsung dikirim, jangan langsung dibagikan. Ketika ini informasi ini sudah valid ayo kita pikirkan lain apakah ini bermanfaat jika disebarkan. Ketika tidak ada manfaatnya disebarkan lebih baik kebenaran itu disimpan saja untuk diri sendiri,” ungkapnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Rabu (01/12/2021).
Budaya menahan diri, menyebarkan ini juga akan menumbuhkembangkan kebiasaan-kebiasaan pada diri anak untuk menerima informasi di media. Terkait penggunaan media sosial, pada prinsipnya budaya digital itu adalah konsep yang menggambarkan gagasan teknologi dan internet secara signifikan membentuk cara kita berinteraksi, berperilaku, berpikir, dan mengkonsumsi sebagai manusia dalam lingkungan. Berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat adanya teknologi berbasis teknologi dalam bentuk seperti gawai, smartphone, laptop, komputer yang dioperasikan dalam jaringan internet.
Kita kini sangat tergantung dengan gawai dan internet. Seseorang akan gelisah jika ketinggalan ponselnya. Itulah salah satu ciri budaya digital apalagi di saat pandemi. Pandemi ternyata membuat guru juga birokrat di kementerian berpikir bagaimana menentukan kebijakan pendidikan ke depan. Kita ingat pada saat pelaksanaan belajar mengajar di masa pandemi.
Ada 3 pilihan pertama daring dalam jaringan, luring atau luar jaringan dan dan guling alias guru keliling. Tetapi bagaimanapun ternyata, mau tidak mau dengan adanya panfemi kita dipaksa untuk melaksanakan dunia baru, bisa masuk sebuah budaya baru.
“Pertemuan antara guru dengan murid itu tidak hanya di ruang kelas secara real saja tetapi pertemuan interaksi juga dapat dilaksanakan di dunia virtual. Artinya saya dapat menarik kesimpulan bagaimanapun juga pertemuan guru dengan anak secara real ini kita tidak bisa diubah, tidak bisa kita ganti. Namun sesungguhnya, pertemuan guru dengan anak atau siswa dengan guru secara secara virtual ini dapat menambahkan dapat memperkaya proses kegiatan pembelajaran dalam bentuk real,” jelasnya.
Dapat dibayangkan jika biasanya kita belajar 8 jam tatap muka antara seorang guru dengan anak di sekolah secara real. Kemudian ditambahkan pertemuan secara virtual sambil santai misalkan di rumahnya sambil santai dengan keluarga dan guru juga sambil santai. Agus yakin, ada semacam pertambahan jam yang diharapkan akan penambahan kompetensi untuk anak.
Oleh karena itu, budaya digital ini untuk guru, untuk anak harus diarahkan, bagaimana proses pembelajaran anak itu semakin kaya, semakin diperbanyak, semakin penuh dan semakin berkualitas. Jangan lupa para pendidik juga dapat menyelipkan literasi digital bagi para siswa agar ketik menggunakan internet mereka dapat lebih bijak.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Rabu (01/12/2021) juga menghadirkan pembicara, Dicky Renaldi (Kreator Konten), Meylani Pratiwi (Relawan TIK Jawa Barat), Dedy Helsyanto (Mafindo), dan Winda Ribka sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.