Bermain gawai menjadi aktivitas yang tak ketinggalan setiap harinya. Pemainnya pun tidak pandang umur mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Namun, yang perlu diperhatikan adalah keamanan gawai dan internet untuk digunakan oleh anak-anak.
Internet memiliki beragam konten dan tidak semuanya cocok untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Menurut pendapat Diah Gusrayani, Dosen UPI Pakar Parenting, anak-anak merupakan kaum paling rentan terhadap dampak internet dan perangkat digital. Oleh karena itu, di samping banyaknya dampak positif yang disajikan internet, terdapat juga dampak negatif. Dampak negatif internet, seperti cyberbullying, cyber stalking, cyber fraud, hingga pornografi.
Data yang dipaparkan Diah menunjukkan bahwa, sebanyak 79% anak di bawah umur mengakses konten pornografi di internet dan 69% remaja berkomunikasi dengan orang baru yang tidak dikenal. Data-data tersebut membuktikan pentingnya peran dan pengawasan orang tua pada anak saat bermain gadget dan internet. Akan tetapi, Diah mengatakan banyak orang tua yang tidak percaya dan menolak bahwa internet dapat membuat anaknya mengakses konten-konten tersebut.
āAnak-anak mengimitasi apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Bayangkan kalo konten yang mereka akses adalah konten dewasa. Lalu, anak-anak sebetulnya juga punya tanggung jawab selama itu menarik untuk mereka,ā ujar Diah dalam Webinar Literasi Digital di Wilayah Sumedang, Jawa Barat, Selasa (3/8/2021).
Melalui apa yang disampaikan Diah, sangat penting bagi orang tua untuk selalu mengajak anak berdiskusi mengenai tema-tema yang menarik. Tema-tema tersebut tentu harus menggugah rasa keingintahuan anak yang tinggi. Selain itu, orang tua perlu menyajikan fakta mengenai sesuatu yang ingin diketahui anak, serta menstimulasi cara berpikirnya. Karena, pemikiran seseorang tergantung pada sudut pandang masing-masing juga bergantung faktor-faktor, seperti fakta, pengetahuan awal, proses mengaitkan, dan tantangan yang dialami setiap orang.
āKita saat ini menghadapi kondisi mutu atau mati. Kalau kita tidak bermutu, maka kita akan mati. Maka dari itu, orang tua dan guru wajib memiliki literasi, kompetensi, dan karakter dalam membimbing anak di era digital,ā ujarnya.
Upaya yang dapat dilakukan orang tua dengan membuat berpikir dan membelajarkan anak. Proses belajar yang saat ini harusnya diterapkan dengan memberikan situasi, menciptakan kondisi, dan merangsang potensi anak agar menjadi kritis. Belajar kini diartikan sebagai proses memproduksi gagasan bukan mengonsumsi gagasan. Oleh karena itu, biarkan anak menyaring informasi sesuai dengan persepsinya.
Sementara itu, ketidakpedulian orang tua atau orang dewasa dengan membiarkan anak bermain gadget berjam-jam membawa dampak negatif. Anak akan lebih terbiasa dengan gadget dan mengabaikan sekitar. Dalam artian, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Hal ini dapat mengurangi potensi anak, terlebih jika anak mengakses konten dewasa di internet.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Sumedang, Jawa Barat, Selasa (3/8/2021) juga menghadirkan pembicara, Cyntia Jasmine (Founder GIFU), Muhammad Agreindra H. (RTIK Indonesia & LPPM STMIK Sumedang), Aditya Nova Putra (Ketua Jurusan Hotel Pariwisata University Liasson Indonesia),Ā dan Fanny Fabriana.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 ā untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.