Dunia dalam genggaman menjadi sebuah fakta yang tak terbantahkan. Perkembangan teknologi yang melesat membawa kita pad poros baru kehidupan, tetapi tentu saja peradaban tersebut perlu dibarengi dengan etika dan norma agar semua berjalan pada tatanan yang seimbang.
Di tengah dunia pendidikan yang kini telah berubah dengan sekolah daring untuk proses belajar mengajar. Etika digital tetap diperlukan sebagai kemampuan menyadari, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika di dunia digital dalam kehidupan sehari-hari.
āEtika dalam konsep kewargaan digital dunia maya tidak jauh berbeda dengan dunia nyata. Komunikasi antar individu maupun beberapa individu sekaligus dapat terjadi baik di dunia maya maupun dunia nyata,ā Kata Akhmad Buhaiti, Pengurus Perma Pendis Indonesia dan Kasi Pakis Kota Depok, saat webinar Literasi Digital wilayah Kota Depok, Jawa Barat I, Rabu (1/9/2021).
Sehingga di ruang digital dengan beragam katakteristik pribadi, ide, maupun tujuan yang berbeda akan ada membutuhkan norma aturan bagi individu di dalamnya. Sikap seperti cyberbullying atau perundungan di media sosial akibat perbedaan ras, warna kulit, suku, agama, yang terkait SARA seringkali menjadi sasaran perundungan. Perundungan ini menurut survei Katadata paling banyak terjadi di Facebook sebanyak 81 persen pengguna, Instagram 80 persen pengguna, dan 52 persen di Twitter.
Jenis cyberbullying yang terjadi antara lain flaming yaitu mengirimkan pesan teks dengan kata-kata penuh amarah dan frontal. Harassement pesan berisi gangguan pada email dan SMS, denigration yaitu pencemaran nama baik. Impersonation termasuk di dalamnya yakni berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik.
Hukum cyberbullying ini ada di UU No.19 Tahun 2016, berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4(empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Webinar Literasi Digital untuk wilayah Kota Depok, Jawa Barat I merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi. Di webinar kali ini hadir juga nara sumber lainnya seperti Maria Natasha, seorang Graphic Designer, Dino Hamid, Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia, dan Ana Agustin, Managing Partner di Indonesia Global Lawfirm.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.