Internet dimanfaatkan dalam segala lini kehidupan, mulai dari mencari informasi, bekerja, belajar, berbelanja, hingga transaksi keuangan. Dunia komunikasi digital yang kini menjadi tempat setiap orang berinteraksi memiliki etikanya untuk mengatur tata kesopanan para penggunanya. Termasuk etika saat mengutip hasil karya orang lain di internet.
“Semua orang yang menuliskan hasil riset dan tulisan di internet memiliki Hak Keakayaan Intelektual dan kita sebagai penikmatnya saat mau mengutip sebagian atau seluruhnya wajib memberikan kredit sebagai bentuk respect kepada karya dengan cara menyebutkan sumber informasi,” kata Goretti Meiliani, Project & Planning Section Head Binus Group saat webinar Literasi Digital wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat I, pada Senin (13/9/2021).
Lebih lanjut Goretti mengatakan seseorang akan dianggap sebagai plagiat jika tidak menyertakan sumber saat mengutip. Plagiat sendiri bisa dikatakan menyontek atau menjiplak hasil karya orang lain. Hal tersebut bahkan diatur dalam Undang Undang no 19 tahun 2002 mengenai Hak Cipta. Pemilik karya tentunya akan merasa tersinggung bila ada orang yang tiba-tiba mengakui hasil karyanya.
Jadi bagaimana agar di dunia digital kita tidak melakukan plagiat? Goretti menyebut seseorang bisa meminta izin mengutip. Pencantuman sumber juga terkait data statistik untuk membuat makalah maupun essay penulisan, jangan lupa agar dicantumkan dari mana sumbernya. Apakah berasal dari berita, maupun blog dan siaran YouTube hal tersebut merupakan bagian dari etika dalam ruang digital yang harus menjadi budaya dan sopan santun, menghargai warga digital lainnya.
Webinar Literasi Digital di Kota Bekasi, Jawa Barat I, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hadir pula nara sumber seperti Dedi Suryadi, Kepala Sekolah SMA Negeri 12 Kota Bekasi, Henry V. Herlambang, CMO Kadobox dan Endah Priyati, seorang Pegiat Literasi Digital.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.