Warga digital dunia itu sama dengan dunia nyata, jadi bukan berarti dunia nyata kebalikannya dari dunia digital. Salah jika ada yang beranggapan, dunia digital tidak nyata padahal kenyataannya semua nyata adanya.
Perbedaannya ada kata digital yang memperlihatkan bahwa perbedaan hanya untuk beraktivitas dan berinteraksi. Kita memerlukan medium yakni perangkat, handphone yang paling banyak dipakai saat ini.
“Sekarang handphone sudah jadi smartphone dan jangan sampai perangkatnya sudah smart orangnya belum smart. Maka pengguna smartphone harus belajar literasi digital,” ungkap Loina Lalolo Irina Perangin Angin pengurus Mafindo dan fasilitator Tular Nalar dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/7/2021) pagi.
Kemudian membutuhkan keterampilan teknis mampu mempergunakan perangkat kita dan setelah itu keterampilan berpikir kritis. Sama seperti dunia nyata ada akses, kita harus punya sambungan telepon dan itu berlaku internasional atau harus harus ada Wi-Fi. Loina mengibaratkan, pintu itu adalah Wi-Fi, menutup akses kita kemudian ada kuncinya yaitu nomor telepon kita tersambung dalam internet.
“Terbukalah pintu ke dalam sebuah ruang yang maha luas, tidak ada batasan-batasan di situ. Tapi ada ruang-ruang kecil untuk aktivitas misalnya ada ekonomi digital, komunikasi digital, literasi digital dan etika digital,” ungkapnya.
Loina juga membahas mengenai kecerdasan digital ternyata sekarang juga sangat dibutuhkan. Kini tidak hanya IQ, EQ, SQ, sekarang kita tambah satu lagi DQ Digital Question. Kecerdasan digital adalah keterampilan digital yang harus dimiliki setiap warga digital. Bagaimana mereka memiliki kemampuan sosial, emosional dan kognitif yang memungkinkan individu menghadapi tantangan dan beradaptasi dengan tuntutan kehidupan digital.
Jadi memang kita pakai medium berupa perangkat, tapi di balik itu banyak orang. Bedanya hanya itu di balik layar yang membatasi secara langsung bertatap muka. Tapi semua manusia sama seperti kita, maka harus berperilaku sama seperti saat kita di dunia nyata.
Digital Question (DQ) memiliki tiga tingkatan. Yaitu digital citizenship, kemampuan untuk menggunakan teknologi digital dan media dengan cara yang aman bertanggung jawab dan efektif. Kedua lainnya adalah digital creativity dan digital entrepreneurship.
Tidak heran, keamanan digital menjadi salah satu bagian dari literasi digital. Penentu untuk meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana mengamankan perangkat digital identitas digital penipuan digital memahami rekam jejak digital dan keamanan digital.
Ancaman data pribadi ini juga sangat rawan, banyak data-data di platform bocor. Seperti kasus kebocoran data pribadi di Facebook lalu pada April 2020 bocornya 530.000 data sandi dan detail akun Zoom dan yang terakhir adalah bocornya 91 juta data pengguna Tokopedia yang dijual di dunia maya. DQ maka diperlukan dan harus diasah melalui belajar literasi digital.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/7/2021) pagi juga menghadirkan pembicara Citra Rosalyn Anwar (Dosen Universitas Negeri Makassar), Steve Pattinawa (Kreator Konten), Fikri Andika (NXG Indonesia), dan Bella Winarta Putri sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.