Ada kurang-lebih 17 ribu pulau di negeri ini. Sebagian dari pulau-pulau itu didiami oleh lebih dari 300 kelompok etnis, dengan lebih dari 1.300 suku bangsa dan memiliki 652 bahasa daerah.
Sehingga, tidak mengherankan Indonesia dikatakan sebagai taman sari pusparagam budaya yang di dalamnya ada batik merupakan salah satu warisan budaya Tanah Air yang sudah berkembang sejak dulu kala. Dari Sabang hingga Merauke, beragam kain nusantara dengan varian motif yang unik selalu memikat mata.
Bermacam cara bisa dilakukan dalam ikut melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya Indonesia, baik secara perorangan maupun kelompok. Ini yang kemudian mendasari Yayasan Al-Mar untuk memiliki perhatian pada kelangsungan warisan budaya Indonesia melalui The Culture Heritage of Indonesia (CHI).
Kepedulian CHI pada kelangsungan warisan budaya Indonesia ini antara lain dituangkan dalam bentuk pemberian penghargaan pada para pahlawan warisan budaya Indonesia yang untuk kali pertama diberikan akan difokuskan pada para pejuang di balik bertahannya industri batik.
CHI Award 2018, merupakan sebuah apresiasi kepada para pahlawan warisan batik di Indonesia. Dari awal hingga selesai, proses batik merupakan pekerjaan tangan yang penuh cita rasa seni dengan keteguhan hati dalam melaksanakannya. Bahkan dalam menciptakan peralatan untuk membatik pun juga dilakukan dengan penuh cita rasa seni, ketrampilan tangan dan sekali lagi keteguhan hati yang tidak semua orang memilikinya.
Ayu Dyah Pasha, ketua pelaksana Chi Award 2018,mengatakan, sangat penting untuk memberikan penghargaan kepada orang – orang atau yang disebut pahlawan dalam sejarah perkembangan batik.
“Membuat batik sangat tidak mudah. awal hingga selesai, proses batik merupakan pekerjaan tangan yang penuh cita rasa seni dengan keteguhan hati dalam melaksanakannya,” ujar Dyah di acara Chi Award yang diselenggarakan di Plaza Indonesia, beberapa waktu lalu.
Lanjut Ayu, dalam menciptakan peralatan untuk membatik pun juga dilakukan dengan penuh cita rasa seni, keterampilan tangan dan sekali lagi keteguhan hati yang tidak semua orang miliki. “Karena itu, kami menemukan beberapa sosok yang sesuai dengan keritera yang dicari dalam penghargaan ini,” tambah Ayu Dyah.
CHI Award 2018 juga akan diberikan kepada Kategori Penerus, Inovator, dan juga Penghargaan Khusus (Legacy).
Kriteria untuk masuk dalam Kategori Pelestari; antara lain pengrajin yang merupakan warga negara Indonesia tanpa batasan usia, gender, dan agama, yang melestarikan warisan budaya Indonesia “batik” dengan karakter dan ciri yang khas. Masih aktif bekerja atau mengelola studio penghasil kerajinan atau melakukan kegiatan berbasis budaya.
Kriteria untuk masuk dalam Kategori Penerus antara lain; pengrajin yang merupakan warga negara Indonesia tanpa batasan usia, gender, dan agama, yang melanjutkan usaha batik yang diturunkan dan memberi efek signifikan pada kelangsungan sebuah budaya dan usahanya; masih aktif bekerja atau mengelola studio penghasil kerajinan atau melakukan kegiatan berbasis budaya, dan; sukses membina atau aktif dalam komunitas tertentu yang berlandaskan budaya Indonesia.
Kategori Inovator, kriterianya antara lain; pengrajin atau sosok warga negara Indonesia yang melahirkan teknik baru untuk proses pembuatan batik. Membangun usaha sendiri yang memberi efek signifikan pada keberlangsungan dan pengembangan sebuah budaya, menginspirasi orang di sekitarnya, dan karyanya dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Juga masikh aktif bekerja atau mengelola studio penghasil kerajinan atau melakukan kegiatan berbasis budaya.
Untuk Kategori Penghargaan Khusus akan diberikan kepada Go Tik Swan atau Panembahan Hardjonagoro. Go Tik Swan adalah orang yang mendapat tugas dari Presiden Soekarno untuk membuat Batik Indonesia. Seperti diungkap dalam Jawa Sejati: Otobiografi Go Tik Swan Hardjonagoro (2008), Batik Indonesia yang dibuat Go Tik Swan pada dasarnya merupakan hasil perkawinan batik klasik keraton—terutama gaya batik Surakarta dan Yogyakarta—dengan batik gaya pesisir utara Jawa Tengah, terutama Pekalongan.