Kepercayaan muncul dan berkembang di kalangan masyarakat Dieng bahwa anak gimbal adalah titisan Kyai Kolo Dete. Kyai Kolo Dete dianggap sesepuh. Dulunya ia adalah punggawa pada masa Kerajaan Mataram Islam. Kyai Kolo Dete hidup pada abad ke-14.
Menurut titah Kyai Kolo Dete, anak gimbal adalah tolok ukur kesejahteraan. Bila muncul anak gimbal, Dieng sejahtera. Maka itu, para anak berambut gembel ini dianggap luar biasa.
Hal itu terjadi pada anak Habib warga Dieng yang bernama Alisha Rachel Maahira. Pada umur tiga tahun Rachel mulai memiliki rambut gimbal. “Saya enggak menyangka dulu dia anak gimbal. Rasanya tidak logis. Dulu saya enggak percaya dengan mitos gimbal, tapi ketika Rachel umur 3 tahun, saya dipaksa percaya,” katanya saat ditemui vakansi beberapa waktu lalu.
Habib mengisahkan sosok putrinya yang dianggap sebagai “anak istimewa” oleh para warga di permukiman penduduk di lereng negeri atas awan itu. Memang, anak gimbal bukan fenomena baru di Dieng. Keberadaannya telah eksis ratusan tahun lalu.
Lanjut Habib, sebelum rambutnya yang lurus berubah menggumpal, gadis kecil ini sakit panas hampir dua pecan dan tak kunjung sembuh sampai dibawa ke tiga dokter.
Pada saat keputus asaan sesepuh di kampungnya menyarankan supaya Habib menggelar kenduri. Barang tentu anaknya adalah calon anak gimbal. Namun Habib tak lantas percaya, tapi ia tak ragu mencoba. Suatu hari, ia pun menggelar selamatan.
Benar saja, pagi hari setelah kenduri berlangsung, rambut Rachel berubah gimbal. Namun, hanya satu ulir. Uliran gimbal lainnya muncul bertahap. Sebelum gimbal itu muncul hingga memenuhi seluruh rambut, Rachel selalu sakit panas.
Selama menjadi gimbal, Habib menandai ada perubahan perilaku pada anaknya. Ia menjadi lebih proaktif. Suasana hatinya juga tak dapat ditebak. “Nakal, tapi punya kemampuan di atas rata-rata anak seusianya,” ucapnya.
Sewaktu-waktu, gimbal Rachel akan berdiri selama tiga hari. Ia menyamakannya bak rambut petruk. Ada banyak pikiran logis yang tertampik oleh kenyataan yang dihadapi kala itu. “Ketika rambutnya berdiri, berarti dia sedang kumat. Dia menjadi lebih nakal dan manja. Permintaannya juga harus dituruti,” tutur Habib.
Adabnya, anak gimbal harus diruwat dan diritualkan bila rambutnya akan dipotong. Itu pun kalau si anak sudah memintanya. Kala itu, Rachel meminta potong saat usianya 6 tahun. Itu berarti, ia merasakan punya rambut gimbal selama 3 tahun.
Sebelum ruwatan potong rambut gimbal dilaksanakan, Rachel punya permintaan. Konon permintaan ini kudu dituruti, meski tak masuk akal. “Anak itu minta foto dengan burung merak yang sayapnya merentang,” kata Habib. Habib pun mendatangi tiga kebun binatang.
“Saya hampir putus asa. Tapi tiba-tiba, di barisan merak terakhir di kebun binatang ketiga, ada seekor burung yang menghampiri anak saya. Sayapnya langsung terbuka,” katanya. Momentum kala itu rasanya diliput banyak hal magis.
Rachel menggelar ritual potong rambut gimbal di rumahnya pada 2016 . Pemotongnya adalah sesepuh kampung itu, Hartati. Konon, Hartati adalah keturunan kejawen. Eyang kakung Hartati penyimpan wayang yang terbuat dari kulit manusia. Hartati juga merupakan pengasuh Rachel sejak ia bayi.
Setelah diruwat, Rachel berubah menjadi anak biasa. Rambutnya lurus. Perilakunya tak ganjil. Namun, kepercayaan bahwa ia adalah titisan Kyai Kolo Dete tak boleh luntur. Keberadaannya berhasil memahamkan orang-orang terdekatnya bahwa budaya, ritus, dan ritual itu masih sangat hidup dan butuh dihidupi.
One comment
Pingback: 1 Day after Islamic New Year – Madame