Salah satu kemampuan digital yang harus kita miliki ialah kemampuan mengenali berita palsu dan berita benar, serta kemampuan untuk mengendalikan hoaks yang ada di pikiran kita.
Banyak dari kita yang kurang peduli dengan apa yang dikonsumsi oleh pikiran kita, seperti mengonsumsi hoaks. Hoaks merupakan berita palsu yang bertujuan negatif di antaranya menghasut, black campaign, provokatif, dan menciptkan keresahan.
āDi Indonesia sendiri hoaks berkembang dengan luar biasa. Dari data yang dihimpun Kementerian Komukasi dan Informatika, sekitar 800ribu situs penyebar hoaks di Indonesia. Menurut survey Mastel 2017, setiap harinya orang menerima berita hoaks lebih dari satu kali. Selama pandemi, terdapat 1470 hoaks berkaitan dengan covid-19,ā papar Fibra Trias Amukti, Editor in Chief Mommies Daily, saat menjadi pembicara di Webinar Literasi Digital wilayah Ciamis, Jawa Barat, Jumat (23/7/2021).
Contoh hoaks yang pernah beredar di Indonesia yakni terkait Ratna Sarumpaet, penculikan anak, telur palsu, dan rumah sakit yang mengcovidkan pasien. Dampak dari hoaks ini berpengaruh terhadap kesehatan mental, kesehatan fisik, kesehatan finansial, relasi sosial antar masyarakat, dan kehilangan nyawa.
Pada kesehatan mental korban hoaks ini menjadi orang yang mudah marah, cemas, merasa ketakutan, dan stress serta berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Pada kesehatan fisik, korban hoaks cenderung sulit tidur, tidak nafsu makan, sampai malas beraktivitas. Sementara itu, dampak bagi finansial berdampak pada korban seperti pedagang telur dan sebagainya.
Kemudian, dalam relasi sosial hoaks ini dapat menimbulkan konflik antar masyarakat dan menimbulkan cyberbullying. Dampak hoaks ini juga dapat menciptakan generasi yang tidak berempati.
āHoaks juga bisa menyebabkan kehilangan nyawa, seperti pada kasus seorang ibu hamil yang mengonsumsi rumput fatimah karena dipercaya membantu persalinan, padahal itu adalah informasi yang salah,ā ujarnya.
Dalam menanggulangi hoaks, diperlukan peran media selaku pembuat berita. Media dapat menjunjung tinggi profesionalitasme pers, tunduk dan taat pada kode etik jurnalistik, memiliki tanggung jawab sosial, dan menjaga idealisme serta hati nurani. Akan tetapi, kita tidak bisa menyerahkan sepenuhnya kepada media. Sebagai individu kita tetap harus kritis saat menerima informasi atau berita, jangan hanya membaca judul tanpa membaca keseluruhan isi berita, percaya pada satu sumber, dan memverifikasi berita.
Berpikir kritis ini penting karena dapat mengasah kita agar selalu berpikir rasional. Berpikir kritis juga membuat seseorang memiliki karakter yang kuat sehingga tidak mudah terbawa arus. Caranya, dengan jangan malu bertanya dan menjadi pendengar yang aktif. Selain itu, belajar mempelajari ciri berita hoaks, seperti judul provokatif dan sebagainya. Jadi pembaca yang cerdas dengan membaca keseluruhan berita. Selain itu, memanfaatkan teknologi untuk mencegah hoaks dan memanfaatkan aplikasi atau website anti hoaks.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar Literasi Digital Ā wilayah Ciamis, Jawa Barat, Jumat (23/7/2021) juga menghadirkan pembicara, Henry V. Herlambang (CMO Kadobox), Aditya Nova Putra (Ketua Jurusan Hotel – International University Liasson Indonesia), Benny Daniawan (Dosen Sistem Indormasi Universitas Buddhi Dharma), dan Louiss Regi Aude.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 ā untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.