Indonesia akan mengalami bonus demografi, sangat diuntungkan jika benar bonus tetapi kalau itu tidak benar-benar dikelola dengan baik. Maka jumlah SDM yang Indonesia miliki dengan harapan mendapatkan kualitas SDM yang mumpuni. Tetapi, khawatir jika tidak terbangun budaya yang baik justru memiliki budaya digital yang buruk. Bagaimana kita bersikap di dunia digital, ternyata berbeda dengan dunia nyata.
Muchamad Naseer, dosen Sekolah Tinggi Teknologi Bandung mengatakan, dalam 1-2 dekade terakhir Indonesia mengalami disrupsi dan hiperkompetisi. Hiperkompetisi mendorong perusahaan-perusahaan untuk bekerja dengan sangat cepat. Maka yang dipilih adalah orang-orang yang memiliki kecakapan yang baik, etika yang baik dalam dunia digital juga berbudaya yang baik melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik di dunia digital.
“Hampir setiap perusahaan saat ini sebelum menerima SDM yang dimulai dengan mengecek media sosial. Jika ada unggahan mengenai SARA, sensitif juga mengenai keluhan terhadap apa yang dia rasakan, ini menjadi penilaian yang kurang bagus. Mungkin di saat ada kualifikasi yang sama ini akan menjadi penilaian,” ungkapnya di webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (19/10/2021) pagi.
Di teknologi informasi saat ini, kita bisa kreatif menjadi seseorang yang kreatif ataupun justru adiktif. Sangat jauh perbedaannya dengan kreatif produktif dan kecanduan. Kecanduan artinya fokus terhadap satu hal dan itu tidak bisa bergeser ke arah lain. Sedangkan kreatif dan produktif itu adalah sesuatu yang betul-betul kita lakukan untuk memanfaatkan teknologi digital.
Sehingga perlu mengenalkan terhadap diri kita sendiri dan adik-adik kita bahwa pemanfaatan teknologi itu lebih dari game online dan media sosial. Bukan hanya sekadar main atau bersenang senang saja namun dapat berkarya hingga menghasilkan dari games online atau media sosial. Mengenai pekerjaan di masa depan, kita dapat memperhatikan hybrid kompetensi dan ekosistem baru di revolusi 4.0. kata kuncinya digital, computing dan data analis.
“Ini bukan hanya milik orang-orang yang berkecimpung di orang-orang yang dunia teknologi. Bukan hanya yang lulusan teknologi informasi atau juga teknologi Informatika tetapi kita semua yang memiliki passion untuk menekuni dunia digital dapat dilakukan ini karena dalam situasi distrupsi saat ini di mana kondisi serba tidak pasti, tidak bisa ditebak sehingga kita membutuhkan perubahan yang sangat radikal,” jelasnya.
namun selain kecakapan digital literasi digital pun penting untuk masyarakat agar menciptakan tatanan dan pola pikir yang kreatif dan kritis tidak mudah termakan isu provokatif dan menjadi korban hoaks ataupun korban penipuan. Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan peran aktif seluruh elemen masyarakat dan juga ditujukan untuk seluruh jenjang usia.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/10/2021) pagi, juga menghadirkan pembicara, Muh. Nurfajar Muharrom (Relawan TIK Indonesia), Chairi Ibrahim (CEO TMP Event), Santia Dewi (Pengusaha Fashion), dan Tanisha Zharfa sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.