Berita bohong atau hoaks umumnya mudah tersebar di masyarakat karena sifatnya itu sensasional. Kita mudah menyebarkan berita hoaks juga karena dikirimkan oleh orang yang dekat dengan kita dan dapat dipercaya, sehingga langsung menganggap bahwa berita tersebut benar. Hal ini juga dinyatakan dalam survey MASTEL tahun 2019 terdapat 43,5 persen yang menyatakan bahwa berita tersebut diperoleh dari orang yang dapat dipercaya.
“Hoaks di masyarakat itu mempunyai akibat buruk yang bisa membuat hubungan bermasyarakat terganggu karena memicu keresahan, perselisihan, bahkan ujaran kebencian. Kalau dibiarkan akan menimbulkan kecemasan dan memicu kepanikan publik,” tutur Rokry R. Tampubolon, Praktisi Hukum dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (4/11/2021).
Menurutnya, akibat buruk tersebut sadar tidak sadar akan terjadi akibat merebaknya hoaks di masyarakat. Kalau kita sadar bahwa hoaks adalah hal buruk, kita harus melengkapi diri untuk menjadi pribadi yang tidak mudah menyebarkan hoaks. Kita harus saring dulu apakah suatu berita benar atau tidak sebelum dibagikan. Kalau kita tidak menyadari, hoaks ini akan semakin meluas. Apabila kita sudah terlanjur menyebarkan hoaks, segera mungkin hapus dan mengoreksinya. Akan tetapi, bagi oknum-oknum yang sengaja menyebarkan hoaks, ada akibat hukumnya.
Sebagai pengguna internet, kita harus membangun kesadaran diri untuk mengidentifikasi berita palsu. Hoaks biasanya menggunakan judul provokatif dan sensasional, cek berita serupa dari sumber kredibel lainnya, cek alamat situs sumber berita, cari juga keaslian foto dan juga video. Sering terjadi di berita hoaks foto tidak sesuai dan sudah dimanipulasi.
“Peran media massa dalam menangkal hoaks itu penting sekali. Media massa atau pers diharapkan memberikan pemberitaan yang benari sesuai fakta dan beirmbang. Sehingga tidak ikut menyebarkan hoaks ke masyarakat,” ungkapnya.
Dengan meningkatkan literasi digital, akan menambah kemampuan kita untuk lebih pandai dalam menyaring berita bohong atau hoaks terutama di masa pandemi ini.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (4/11/2021) juga menghadirkan pembicara, Lendy Yustena (Co-Founder GMC Group), Golda Siregar (Senior Consultant at Power Character), Ana Agustin (Managing Director di Indonesia Global Lawfirm), dan Inge Indriani Bakrie (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.